Home » » Kisah Si Ular Jahat

Kisah Si Ular Jahat

Written By Regina Kim on Rabu, 12 Desember 2012 | 21.42


Seekor ulat jahat hidup disebuah hutan dipinggir sebuah desa. Dia kejam, licik dan jahat. Dia akan menggigit orang untuk senang-senang–demi kesenangannya belaka. Ketika si ular jahat sudah berusia lanjut (menurut perhit
ungan tahun ular tentunya), dia mulai merenungkan apa yang akan terjadi pada para ular ketika mereka mati. Selama hidupnya, dia telah sering melecehkan agama-agama, dan ular-ular yang menurutnya naif dan bodoh, percaya saja pada omong kosong seperti itu. Sekarang dia mulai tertarik pada agama.

Tidak jauh dari liangnya, dipuncak bukit, tinggal seekor ular suci. Semua orang suci bertempat tinggal dipuncak bukit atau gunung, demikian juga ular suci. Ini sudah tradisi. Tidak pernah kita dengar orang suci tinggal di rawa-rawa.

Suatu hari, si ular jahat memutuskan untuk mengunjungi sang ular suci. Ia memakai jas hujannya, kacamata hitam, dan topi supaya teman-teman tidak mengenalinya. Kemudian dia mulai merayap keatas bukitmenuju wihara sang ular suci. Ia tiba ketika ceramah sedang berlangsung. Sang ular suci duduk diatas sebuah batu dengan ratusan ular mendengarkan dengan penuh perhatian. Si ular jahat merayap dipinggir kerumunan, dekat dengan jalan keluar, dan mulai ikut mendengarkan ceramah.

Makin didengarkan, makin terasa masuk akal. Dia mulai merasa yakin, lalu terinspirasi, dan akhirnya terubahkan. Seusai ceramah, dia menghadap sang ular suci, dengan air mata bercucuran, dia mengakui kejahatannya selama ini, dan berjanji, mulai sekarang dia akan menjadi ular yang sama sekali berbeda. Dia bersumpah di depan sang ular suci untuk tidak lagi menggigit manusia. Dia akan menjadi baik. Dia akan mulai menunjukkan kepedulian. Dia akan mulai mengajarkan kepada ular-ular lain bagaimana menjadi baik. Dia bahkan memasukkan uang ke kotak dana di dekat jalan keluar (saat semua ular melihatnya, tentu dong).

Walaupun sesama ular dapat bercakap-cakap, itu terdengar seperti desis yang sama bagi telinga manusia. Si ular jahat, eh, mantan ular jahat, tidak bisa mengatakan kepada orang-orang bahwa dia sekarang pecinta damai. Orang-orang desa masih menghindarinya, walaupun mereka mulai bertanya-tanya atas lambang Cinta Damai Internasional yang dikenakannya dengan jelas di dadanya. Suatu hari seorang penghuni desa asyik mendengarkan walkmannya, dia berjingkrak-jingkrak tepat disebelah si ular, dan si ular sama sekali tidak menyerang, dia hanya tersenyum seperti halnya pemuka agama.

Semenjak itu, orang-orang desa menyadari bahwa si ular jahat tidak lagi berbahaya. Mereka berjalan melewati si ular sewaktu dia duduk bersila dalam meditasinya di luar liangnya. Lalu beberapa anak nakal dari desa mulai mengganggunya.

“Hei, tukang rayap!” mereka mengejeknya dari jarak yang aman.
“Tunjukkan taringmu, jika kamu memang punya, hai cacing kegedean. Dasar dodol, tempe, bikin malu spesiesmu saja!”
Dia tidak suka dipanggil rayap, walaupun ada benarnya juga, ataupun cacing kegedean, tetapi bagaimana dia bisa membela diri? Dia sudah bersumpah untuk tidak akan menggigit.

Menyaksikan si ular sekarang begitu pasif, anak-anak itu menjadi makin berani dan mulai melemparinya dengan batu dan gumpalan tanah. Mereka tertawa kalau ada yang kena. Si ular mengetahui bahwa dia bisa saja merayap cukup cepat untuk menggigit semua anak-anak itu, sebelum Anda usai mengucapkan “World Wildlife Fund”. Namun sumpahnya mencegah dia melakukan hal itu. Lalu anak-anak itu makin mendekat dan mulai memukulinya dengan tongkat. Si ular menerima pukulan yang menyakitkan itu, tetapi sekarang dia sadar, dalam dunia nyata, kita harus tega menjadi jahat untuk melindungi diri. Ternyata agama hanyalah omong kosong. Jadi dia merayap dengan menahan rasa sakit keatas bukit untuk mengunjungi sang ular palsu dan akan melepaskan sumpahnya.

Sang ular suci melihatnya datang, dengan tampang lusuh dan lecet-lecet, dan bertanya,”Kenapa kamu?”
“Ini semua salahmu!” si ular jahat mengeluh dengan tampang masam.

“Apa maksudmu ‘ini semua salahku’?” protes sang ular suci.
“Kamu mengajarkanku untuk tidak menggigit. Sekarang lihat apa yang terjadi pada diriku! Agama mungkin cocok di wihara, tetapi dalam kehidupan nyata….”

“Oh, kamu ular bodoh!” sang ular suci menyela. “Oh, ular dungu! Oh, ular bego! Memang benar aku menyuruhmu berhenti menggigit, tetapi aku tidak pernah menyuruhmu berhenti mendesis kan?”

RENUNGAN:
Terkadang, dalam kehidupan, orang suci sekalipun harus “mendesis” untuk menjadi baik, tetapi tidak ada yang perlu menggigit.
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

14 Juni 2018 pukul 17.50

http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/asiataipan-taipanqq-taipanbiru-tahukah.html

Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
BandarQ
AduQ
Capsasusun
Domino99
Poker
BandarPoker
Sakong
Bandar66

Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61

Daftar taipanqq

Taipanqq

taipanqq.com

Agen BandarQ

Kartu Online

Taipan1945

Judi Online

AgenSakong

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Kisah Motivasi Hidup | Kisah Motivasi Hidup
Copyright © 2011. Kisah Motivasi Hidup - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Kisah Motivasi Hidup
Proudly powered by Blogger