Meskipun masih muda, kedua bebek tua (kalau manusia kan orang tua, berarti kalau bebek ya bebek tua, hehehe) mereka sudah meminta Poka dan Beka untuk hidup sendiri. Bukan apa-apa. Dibanding kelima saudara mereka yang lain, Poka dan Beka ternyata memiliki sifat yang kurang baik, yaitu suka curiga dan sinis terhadap binatang yang lain. Agar keduanya bisa sadar dan berubah, bebek tua mereka menyuruh Poka dan Beka untuk mendirikan rumah sendiri dan hidup mandiri.
Pinggir sungai adalah tempat yang dipilih oleh Poka dan Beka. Selain nyaman, juga dekat dengan sumber makanan dan air. Kebetulan, tempat yang mereka berseberangan dengan rumah kayu milik Bu Beri Berang-berang.
Suatu hari, dari balik jendela, Beka melihat Soni Semut membawa sebuah kotak ke rumah Bu Beri.
Kotaknya besar. Cukup untuk memasukkan Horas ke dalamnya. Sedang bagian luarnya terbungkus oleh kain berwarna hitam.
‘Hei Poka, coba lihat itu”, panggil Beka.
Poka yang sedang menggunting kukunya berhenti dan melangkah menuju jendela.
“Apaan sih?”
“Itu”, tunjuk Beka dari balik korden, “kotak hitam itu. Kira-kira apa ya isinya?”
“Wah, gede banget”, ujar Poka, terkejut. “Jangan-jangan isinya sampah tuh!”
“Kok sampah?”. Beka kebingungan.
“Coba ingat, si Soni itu kan tinggalnya dekat pembuangan sampah hutan ini.”, Poka menjelaskan teorinya dengan serius. Tangannya ia letakkan ke belakang, persis seperti seorang profesor yang sedang berpikir. Lanjutnya, “Pasti itu isinya sampah-sampah yang sudah busuk, trus ia kumpulkan dan masukkan ke dalam kotak agar tidak bau.”
Di seberang tampak Soni sedang meletakkan kotak tersebut di ruang tamu Bu Beri.
“Hmmm, bisa jadi”, Beka mengangguk-anggukkan paruhnya. “Dan jangan-jangan, Bu Beri itu punya hobi ngumpulin sampah. Dia kan tinggal sendirian sekarang, siapa tahu karena nganggur jadinya punya hobi aneh.”
“Ih, jorok juga ya”, Poka menjawab dengan raut muka jijik.
Dari luar terdengar suara pintu rumah Bu Beri ditutup. Tampaknya Soni Semut sudah pulang, meninggalkan kotak hitam tersebut di rumah Bu Beri.
***
Tiga hari sudah berlalu sejak kotak hitam itu datang. Setiap hari, Poka dan Beka mengamatinya secara diam-diam dari seberang sungai. Meskipun tidak begitu jelas karena terhalang korden rumah bu Beri, tampak bahwa bu Beri sibuk sekali dengan isi kotak hitam tersebut.
Sesekali Soni mampir dan mereka berdua terlihat antusias sekali mendiskusikan sesuatu.
Selama tiga hari itu pula, Poka dan Beka tak henti-hentinya menduga-duga dan berasumsi mengenai “sampah” yang ada di dalam kotak hitam tersebut. Prediksi mereka yang terbaru, Bu Beri dan Soni sedang berkonspirasi untuk mengumpulkan sampah-sampah terbusuk dari seluruh penjuru hutan, dan sedikit demi sedikit mengubah hutan mereka menjadi hutan sampah!
***
Keesokan harinya, dengan diantar oleh Kaka Kancil, Bu Beri menyeberangi sungai dan menuju ke rumah Poka dan Beka. Poka, yang sedang asik berjemur di atap rumah, kaget melihat kedatangan mereka berdua. Buru-buru ia menyusup masuk ke dalam rumah, menutup dan mengunci pintu dan jendela, serta menyuruh Beka untuk bersembunyi.
“Aku tidak menyangka kalau Kaka sekarang ikut bersekongkol dengan Bu Beri. Mereka ke sini pasti ingin mengajak kita untuk bergabung dengan organisasi menjijikkan mereka itu. Ih, amit-amit deh.”, bisik Poka pada Beka dari balik kulkas, tempat keduanya bersembunyi.
Beka mengangguk, tanda setuju.
Tok. Tok. Tok.
Poka dan Beka menahan nafas mendengar suara pintu diketok.
Tok. Tok. Tok.
Tok. Tok. Tok.
Tok. Tok. Tok.
Kaki Beka mulai kesemutan.
Tok. Tok. Tok.
“Hmmm, sepertinya mereka sedang tidak ada di rumah”, samar-samar terdengar perkataan Kaka kepada bu Beri.
“Iya, kalau begitu sebaiknya kita kembali saja.”, jawab bu Beri.
Sejurus kemudian terdengar suara langkah-langkah kaki menjauh.
“Phew”, ujar Beka sambil melemaskan kaki-kakinya. “Akhirnya mereka pergi juga. Hampir saja kita terjerumus ke dalam kelompok sampah itu.”
Poka mengintip dari balik jendela, menatap perahu yang dinaiki Kaka dan Bu Beri menjauh.
“Iya, untung saja tadi mereka tidak melihatku di atap.”, ujarnya, lega. “Tidur siang saja yuk, malas aku memikirkan sampah-sampah itu”.
“Yukkkk”.
***
Beberapa jam kemudian Beka terbangun. Terdengar suara ramai dari seberang sungai. Ia meloncat dari tempat tidur dan menuju ke jendela.
Tampak rumah Bu Beri terang benderang. Ramai. Binatang-binatang hutan sedang berkumpul di sana. Mereka asik mengobrol, tertawa, dan menyanyi. Di sisi kanan, bu Tutul Macan dan kak Boni Ulat sibuk menyiapkan makanan yang harumnya terasa sampai ke hidung Beka. Di sisi kiri, Kuri Kura bernyanyi dengan lantang sambil diiringi petikan gitar Kaka Kancil.
Beka sejenak bengong.
18 detik kemudian ia tersadar, dan bergegas membangunkan Poka.
“Poka, Poka, cepat bangun”.
“Apa sih”, jawab Poka sambil cemberut.
“Itu lihat, di rumah Bu Beri”
Mendengar kata kunci ‘Bu Beri’, Poka langsung loncat dari tempat tidurnya dan berlari ke arah jendela.
“Hah, ada apa itu???”, giliran Poka yang bengong.
Di seberang, Bu Beri keluar dari dalam rumahnya sambil membawa kotak besar hitam.
“Ayo semuanya kumpul sini”, teriaknya lantang sambil tersenyum.
Setelah semua binatang berkumpul mengelilingi bu Beri dan kotak hitamnya, Soni Semut tiba-tiba muncul dari balik kotak dan berkata, “Teman-teman, berhubung sekarang adalah hari ulang tahunku dan Bu Beri, yang kebetulan tanggalnya sama, maka kita berdua memutuskan untuk memberikan kado kepada seluruh penghuni hutan!!!”
Seluruh binatang bersorak dan bertepuk tangan. Saking semangatnya bertepuk tangan, Kuri Kura bahkan sampai terjengkang ke belakang.
“Dan terimalah kado dari kami berdua”, ujar Bu Beri Berang dan Soni Semut sembari menggulingkan kotak hitam tersebut.
Poka dan Beka tercekat. Tidak sadar, keduanya berpengangan tangan dan bergumam, “Pasti sampah… pasti sampah.. pasti sampah…”
Kotak terguling. Tutupnya terlepas dan menggelinding, diiringi dengan tumpahnya puluhan bahkan ratusan mainan yang sudah dibungkus kado manis dari dalam kotak.
“Horeeeee!!!!”, sorak penghuni hutan.
Sekali lagi, Poka dan Beka bengong.
***
Malam itu Poka dan Beka terdiam. Sejak melihat mainan-mainan yang ada di dalam kotak hitam bu Beri, mereka tidak bercakap-cakap apapun. Masing-masing sibuk dengan penyesalannya.
Tok. Tok. Tok.
Tiba-tiba terdengar suara ketokan di pintu.
Beka dan Poka berpandangan. Bingung.
“Anak-anak, kalian ada di rumah?”, terdengar suara Bu Beri dari balik pintu.
Kedua bebek kecil itu tersenyum dan langsung berlomba membukakan pintu bagi Bu Beri.
Renungan:
"Bukanlah sebuah tindakan bijaksana untuk mengambil keputusan tanpa mengetahui secara jelas duduk persoalannya."
Posting Komentar