Seringkali manusia begitu menemui kegagalan lalu menjadi putus asa, sehingga benar-benar kegagalan yang dihadapinya.
Mungkin bila ia tidak begitu mudah menyerah, mau mencoba sekali dan sekali lagi, tentu yang dihadapinya sudah sama sekali berbeda.
Mungkin bila ia tidak begitu mudah menyerah, mau mencoba sekali dan sekali lagi, tentu yang dihadapinya sudah sama sekali berbeda.
Musim
gugur merupakan musim panen kacang tanah, halaman rumah saya penuh
dengan tumpukan kacang tanah. Sore hari, saat senggang saya memilih
beberapa kacang tanah yang padat dan empuk untuk dimakan. Setelah
mengupas dan menikmati isinya, kulit kacang saya buang ke samping
halaman.
Di
dalam halaman rumah saya ada tiga ekor anak ayam, mereka dipelihara
oleh ibu saya. Saat anak-anak ayam itu melihat saya melemparkan
sesuatu, mereka segera berlari menghampiri dan berebut. Setelah berebut
baru menemukan bahwa benda itu hanyalah kulit kacang tanah, bukan
barang yang enak untuk dimakan, juga bukan barang yang bisa dimakan.
Saya
tertawa dalam hati melihat tindakan mereka yang bodoh itu, dan tetap
melanjutkan melemparkan kulit kacang. Suatu hal yang sangat aneh adalah,
tidak peduli saya telah melemparkan kulit kacang untuk ke sekian kali,
dan untuk sekian kali mereka mendapatkan bahwa itu hanyalah kulit
kacang yang tidak bisa dimakan, tetapi mereka masih tetap datang
berebut setiap saya melempar lagi dan lagi. Terus-menerus melihat hal
yang demikian itu terjadi, lama kelamaan hati jadi tergerak juga, saya
menjadi sangat terharu.
Hal
ini membuat saya teringat akan sebuah kisah kecil tentang seorang
pengembala sapi. Dalam kisah itu diceritakan bahwa, penggembala sapi
itu karena iseng suatu hari ia telah membohongi penduduk desa dan
berteriak, "Tolong, ada serigala datang."
Merasa
pernah tertipu, pada akhirnya ketika benar-benar ada serigala datang,
dan ia berteriak, maka semua orang sudah tidak lagi mempercayai suara
teriakannya.
Kisah
itu mengritik tindakan bocah pengembala sapi yang kurang pantas serta
ucapannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tindakan saya melemparkan
kulit kacang untuk "menipu" anak ayam, saya pikir-pikir tak jauh
berbeda dengan tindakan si pengembala itu.
Namun,
jika kita pandang dari sudut pandang yang lain, nampak bahwa dalam
"kebodohan"nya, anak-anak ayam itu juga terlihat memiliki keteguhan hati
terhadap suatu harapan yang tidak akan dilepas untuk selamanya.
Saya
melihat perjuangan anak ayam yang berkali-kali menemui kegagalan,
akhirnya hati saya juga tidak tega dan melemparkan sedikit kulit buah
apel untuk mereka, juga boleh dikatakan merupakan sebuah kemenangan
bagi anak-anak ayam itu.
Dalam
cerita pengembala sapi itu, seandainya orang-orang itu mau
mempercayainya untuk sekali lagi, bukankah juga bisa mengurangi
kerugian?
Posting Komentar