Home » » ~Wangi Hujan~

~Wangi Hujan~

Written By Regina Kim on Senin, 01 Agustus 2011 | 21.22

Angin bulan Maret yang dingin meniup malam yang sunyi di Dallas ketika dokter berjalan ke sebuah ruang rumah sakit yang kecil.

Diana Blessing. Masih gugup karena operasi, David suaminya memegang tangannya ketika mereka mempersiapkan diri untuk menerima kabar terakhir. Sore itu 10 Maret 1991, komplikasi menimpa anak mereka, Cindy Lou Blessing.
Dengan panjang 12 inci dan hanya seberat 1 pon dan 9 ons, mereka mengetahui bahwa Cindy lahir prematur dan dalam kondisi yang membahayakan. Walau demikian, tetap saja perkataan sang dokter jatuh seperti bom bagi mereka.
"Aku kira ia tidak dapat melaluinya",katanya, mengucapkannya selembut yang ia dapat. "Hanya 10 persen kemungkinannya ia akan hidup melalui malam ini, dan bahkan jika benar, masa depannya akan menjadi sangat kejam."Kaku karena ketidakpercayaannya atas berita itu,

David dan Diana mendengarkan sementara sang dokter menggambarkan masalah besar yang akan Cindy hadapi jika ia berhasil hidup. Ia tidak akan dapat berbicara, bahkan ia dapat menjadi buta, dan ia dapat dipastikan akan mudah dan rapuh sekali terkena hal yang membahayakannya dari lumpuh karena otak yang luka sampai keterbelakangan mental, dan sebagainya.
"Tidak! Tidak!"
adalah satu-satunya hal yang dapat Diana katakan. Ia dan David, dengan anaknya Dustin yang berumur 5 tahun, telah sejak lama memimpikan memiliki seorang anak perempuan dalam keluarga mereka.

Sekarang, hanya dalam hitungan jam, mimpi itu telah pergi.Melalui jam-jam yang gelap di pagi itu sementara Cindy tergantung pada kehidupan oleh seutas benang, Diana mengalami tidur yang gelisah, menjadi semakin dikuatkan bahwa anak perempuan mungil mereka akan hidup dan hidup menjadi gadis muda yang sehat dan bahagia.

Tapi David, terjaga dan mendengarkan detail kemungkinan hidup putri mereka akan meninggalkan rumah sakit dengan hidup, dan tidak sehat, mengetahui bahwa ia harus memberitahukan istrinya hal-hal yang tidak mereka harapkan. David masuk dan mengatakan bahwa mereka perlu membicarakan sebuah rencana pemakaman. Diana mengingat,
"Aku merasa sangat kecewa padanya karena segala hal yang ia kerjakan mencoba untuk mengajakku dalam segala hal yang sedang terjadi, tapi aku hanya tidak mau mendengarkannya, aku tidak mau mendengarkannya."
Aku berkata,
"Tidak, hal itu tidak akan terjadi, tidak boleh! Aku tidak perduli apa yang dikatakan dokter, Cindy tidak akan meninggal! Suatu hari ia akan menjadi baik dan pulang ke rumah bersama kami!"
Bagaikan digerakkan hidup oleh tekad Diana, Cindy bertahan hidup jam demi jam, dengan pertolongan setiap peralatan dan keajaiban medis yang ada yang tubuh kecilnya dapat menanggungnya.
Tapi ketika hari-hari pertama itu berlalu, sebuah kepedihan yang baru muncul bagi David dan Diana. Karena sistem sarafnya yang belum berkembang terlalu rapuh, maka ciuman ringan atau sentuhan sayang merekapun hanya akan menyebabkan penderitaan baginya, sehingga dengan demikian mereka bahkan tidak dapat menggendong bayi kecil mereka untuk memberikan kekuatan cinta baginya.

Sementara Cindy berjuang di bawah sinar ultra violet dan kabel-kabel serta tabung-tabung apa yang dapat mereka lakukan hanyalah berdoa supaya Tuhan tetap berada di dekat bayi mungil mereka yang berharga. Tidak pernah ada waktu di mana Cindy menjadi lebih kuat. Tapi sementara minggu-minggu berlalu dengan perlahan berat badannya bertambah seons di sini dan bertambah kuat seons di sana.

Akhirnya, ketika Cindy berumur 2 bulan, orang tuanya dapat merangkulnya untuk pertama kalinya. Dan 2 bulan kemudian walaupun dokter dengan lembut memperingatkan bahwa peluang hidupnya, tidak dapat dikatakan hidup secara normal, adalah sama dengan nol, Cindy pulang ke rumah dari rumah sakit itu, persis seperti yang ibunya perkirakan.

Hari ini, lima tahun kemudian, Cindy adalah seorang gadis mungil yang lincah, dengan mata abu-abu yang bersinar-sinar dan semangat hidup yang tidak pernah padam. Ia tidak menunjukkan sama sekali cacat secara mental atau fisik. Secara singkat, ia adalah sosok gadis kecil yang sempurna namun ini bukanlah akhir dari cerita ini.
Suatu sore yang cerah di musim panas 1996 dekat rumahnya di Irving, Texas, Cindy sedang duduk di pangkuan ibunya di tempat duduk suatu lapangan bola di mana tim baseball kakaknya Dustin sedang berlatih. Seperti biasanya Cindy mengobrol dengan ibunya dan beberapa orang dewasa yang duduk di dekatnya ketika tiba-tiba ia terdiam. Dengan memeluk lengan ibunya di depan dadanya Cindy bertanya,
"Apakah mama menciumnya?"
Dengan membaui udara dan mengenali aroma badai yang mendekat, Diana menjawab,
"Iya, wanginya seperti wangi hujan."
Cindy menutup matanya dan kembali bertanya,
"Apakah mama menciumnya?"
Kembali ibunya menjawab,
"Iya, aku pikir kita akan menjadi basah, ini adalah wangi hujan."
Masih terbawa oleh suasana itu, Cindy menggelengkan kepalanya, menepuk-nepuk bahunya yang kurus dengan tangannya yang kecil dan dengan keras berkata,
"Tidak, ini seperti wanginya DIA. Ini adalah seperti wangi Tuhan waktu kau menyandarkan kepalamu di dadaNya."

Air mata mengaburkan mata Diana ketika kemudian Cindy dengan gembira melompat turun untuk bermain dengan anak-anak lainnya.
Sebelum hujan turun, kata-kata anak perempuannya memastikan apa yang Diana dan seluruh keluarga Blessing sudah ketahui, paling tidak di dalam hati mereka, selama ini. Selama hari-hari dan malam-malam yang panjang dari dua bulan pertama kehidupannya, ketika sarafnya masih terlalu lemah untuk menerima sentuhan mereka,

Tuhan memegang Cindy di dadaNya dan wangi yang harum inilah yang paling diingat olehnya.

" Better be a book worm than a croak"


Share this article :

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Kisah Motivasi Hidup | Kisah Motivasi Hidup
Copyright © 2011. Kisah Motivasi Hidup - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Kisah Motivasi Hidup
Proudly powered by Blogger