Latest Post
18.13
Seorang putra tidak suka tinggal di rumah, karena ayah ibunya selalu ‘ngomel’; ia tak suka bila ayahnya mengomelinya untuk hal-hal kecil ini..
"Nak, kalau keluar kamar matikan kipas anginnya.
"
“Matikan TV, jangan biarkan hidup tapi tak ada yang menonton
“Simpan pena di tempatnya, yang jatuh ke kolong meja ”
Tiap hari dia harus ta'at pada hal-hal ini sejak kecil, saat bersama keluarga di rumah.
Maka tibalah hari ini, saat dia menerima panggilan untuk wawancara kerja...
“Dalam hati dia berkata: "Begitu mendapat pekerjaan, saya akan sewa rumah sendiri. Tak akan ada lagi omelan ibu ayah," begitu pikirnya.
Ketika hendak pergi untuk interview, ayahnya berpesan:
“Nak, jawablah pertanyaan yang diajukan tanpa ragu-ragu.
Bahkan jika engkau tidak tahu jawabannya, katakan sejujurnya dengan percaya diri.. ” Ayahnya memberinya uang lebih banyak dari ongkos yang dibutuhkan untuk menghadiri wawancara..
Setiba di pusat wawancara, diperhatikannya bahwa tidak ada penjaga keamanan di gerbang. Meskipun pintunya terbuka, gerendelnya menonjol keluar, dan bisa membuat yang lewat pintu itu menabrak atau bajunya tersangkut grendel
Dia geser gerendel ke posisi yang benar, menutup pintu dan
masuk menuju kantor.
Di kedua sisi jalan dia lihat tanaman bunga yang indah. Tapi ada air mengalir dari selang dan tak ada seorang pun disekitar situ. Air meluap ke jalan setapak.
Diangkatnya selang dan diletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melanjutkan kembali langkahnya.
Tak ada seorang pun di area resepsionis. Namun, ada petunjuk bahwa wawancara di lantai dua. . Dia perlahan menaiki tangga.
Lampu yang dinyalakan semalam masih menyala, padahal sudah pukul 10 pagi. Peringatan ayahnya terngiang di telinganya: "Mengapa kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu!" Dia merasa agak jengkel oleh pikiran itu, namun dia tetap mencari saklar dan mematikan lampu.
Di lantai atas di aula besar dia lihat banyak calon duduk menunggu giliran.
Melihat banyaknya pelamar, dia bertanya-tanya, apakah masih ada peluang baginya untuk diterima?
Diapun menuju aula dengan sedikit gentar dan menginjak karpet dekat pintu bertuliskan "Selamat Datang" .
Diperhatikannya bahwa karpet itu terbalik. Spontan saja dia betulkan, walau dengan sedikit kesal.
Dilihatnya di beberapa baris di depan banyak yang menunggu giliran, sedangkan barisan belakang kosong,
Terdengar suara kipas angin, Dimatikanya kipas yang tidak dimanfaatkan dan duduk di salah satu kursi yang kosong..
Banyak pria memasuki ruang wawancara dan segera pergi dari pintu lain. Sehingga tak mungkin ada yang bisa menebak apa yang ditanyakan dalam wawancara.
Tibalah gilirannya, Dia masuk dan berdiri di hadapan pewawancara dengan agak gemetar dan pesimis..
Sesampainya di depan meja, pewawancara langsung mengambil sertifikat, dan tanpa bertanya langsung berkata "Kapan Anda bisa mulai bekerja?"
Dia terkejut dan berpikir, "apakah ini pertanyaan jebakan, atau tanda bahwa telah diterima untuk bekerja disitu?"
Dia bingung.
Apa yang Anda pikirkan?" tanya sang boss lalu melanjutkan: "Kami tidak mengajukan pertanyaan kepada siapa pun di sini.
Sebab hanya dengan mengajukan beberapa pertanyaan, kami tak akan dapat menilai siapa pun.
Tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut..
Kami melakukan tes tertentu berdasarkan sikap para calon..
Kami mengamati setiap orang melalui CCTV, apa saja yg dilakukannya ketika melihat gerendel di pintu, selang air yang mengalir, keset "selamat datang", kipas atau lampu yang tak perlu..
Anda satu-satunya yang melakukan. Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda ”
Hatinya terharu, dia ingat ayahnya..
Dia yg selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan omelan ibu ayahnya. Kini dia menyadari bahwa justru omelan dan disiplin yg ditanamkan orangtuanyalah yang membuatnya diterima pada perusahaan yang diinginkannya..
Kekesalan dan kemarahannya pada ayahnya seketika sirna..
....hanya Anda satu-satunya yang melakukan apa yang kami harapkan dari seorang manajer, maka kami putuskan menerima Anda bekerja disini.......
Ayah, ma'afkan anakmu, bisiknya dalam hati penuh rasa haru dan bersyukur.
Dia akan minta maaf kpd ayahnya, dia akan ajak ayahnya melihat tempat kerjanya..
Dia pulang ke rumah dengan bahagia..
Apapun yang orangtua katakan pd anaknya, adalah demi kebaikan anak-anak itu sendiri, untuk menyiapkan masa depan yang baik!
"Batu karang tak akan menjadi patung yang indah bernilai tinggi, jika tak dapat menahan rasa sakit saat pahat bekerja memotongnya".
Untuk menjadi pribadi yang indah, kita perlu menerima dan mematuhi nasehat yang baik.
Kebiasaan baik akan muncul dari perilaku buruk yg dipahat dan dibuang dari diri kita...
Ibu menggendong anak di pinggangnya untuk memeluk, memberi makan dan untuk membuatnya tidur..
Tetapi ayah mengangkat anak dan mendudukkan di pundaknya untuk membuatnya melihat dunia yang tidak bisa dilihat anaknya..
Ayah dan ibu adalah pahlawan
yang kasih sayangnya layaknya guru yang mendampingi anak sepanjang kehidupan..
RENUNGAN :
Perlakukanlah orangtua sebaik-
baiknya, agar jadi contoh dan bimbingan dari generasi ke generasi, yang menerima estafet kehidupan..
*untuk dibagikan ke orangtua dan anak-anak tercinta..
Semoga bermanfaat
Kisah tentang apa yang terjadi di rumah tangga..
Written By Regina Kim on Rabu, 30 Januari 2019 | 18.13
Seorang putra tidak suka tinggal di rumah, karena ayah ibunya selalu ‘ngomel’; ia tak suka bila ayahnya mengomelinya untuk hal-hal kecil ini..
"Nak, kalau keluar kamar matikan kipas anginnya.
"
“Matikan TV, jangan biarkan hidup tapi tak ada yang menonton
“Simpan pena di tempatnya, yang jatuh ke kolong meja ”
Tiap hari dia harus ta'at pada hal-hal ini sejak kecil, saat bersama keluarga di rumah.
Maka tibalah hari ini, saat dia menerima panggilan untuk wawancara kerja...
“Dalam hati dia berkata: "Begitu mendapat pekerjaan, saya akan sewa rumah sendiri. Tak akan ada lagi omelan ibu ayah," begitu pikirnya.
Ketika hendak pergi untuk interview, ayahnya berpesan:
“Nak, jawablah pertanyaan yang diajukan tanpa ragu-ragu.
Bahkan jika engkau tidak tahu jawabannya, katakan sejujurnya dengan percaya diri.. ” Ayahnya memberinya uang lebih banyak dari ongkos yang dibutuhkan untuk menghadiri wawancara..
Setiba di pusat wawancara, diperhatikannya bahwa tidak ada penjaga keamanan di gerbang. Meskipun pintunya terbuka, gerendelnya menonjol keluar, dan bisa membuat yang lewat pintu itu menabrak atau bajunya tersangkut grendel
Dia geser gerendel ke posisi yang benar, menutup pintu dan
masuk menuju kantor.
Di kedua sisi jalan dia lihat tanaman bunga yang indah. Tapi ada air mengalir dari selang dan tak ada seorang pun disekitar situ. Air meluap ke jalan setapak.
Diangkatnya selang dan diletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melanjutkan kembali langkahnya.
Tak ada seorang pun di area resepsionis. Namun, ada petunjuk bahwa wawancara di lantai dua. . Dia perlahan menaiki tangga.
Lampu yang dinyalakan semalam masih menyala, padahal sudah pukul 10 pagi. Peringatan ayahnya terngiang di telinganya: "Mengapa kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu!" Dia merasa agak jengkel oleh pikiran itu, namun dia tetap mencari saklar dan mematikan lampu.
Di lantai atas di aula besar dia lihat banyak calon duduk menunggu giliran.
Melihat banyaknya pelamar, dia bertanya-tanya, apakah masih ada peluang baginya untuk diterima?
Diapun menuju aula dengan sedikit gentar dan menginjak karpet dekat pintu bertuliskan "Selamat Datang" .
Diperhatikannya bahwa karpet itu terbalik. Spontan saja dia betulkan, walau dengan sedikit kesal.
Dilihatnya di beberapa baris di depan banyak yang menunggu giliran, sedangkan barisan belakang kosong,
Terdengar suara kipas angin, Dimatikanya kipas yang tidak dimanfaatkan dan duduk di salah satu kursi yang kosong..
Banyak pria memasuki ruang wawancara dan segera pergi dari pintu lain. Sehingga tak mungkin ada yang bisa menebak apa yang ditanyakan dalam wawancara.
Tibalah gilirannya, Dia masuk dan berdiri di hadapan pewawancara dengan agak gemetar dan pesimis..
Sesampainya di depan meja, pewawancara langsung mengambil sertifikat, dan tanpa bertanya langsung berkata "Kapan Anda bisa mulai bekerja?"
Dia terkejut dan berpikir, "apakah ini pertanyaan jebakan, atau tanda bahwa telah diterima untuk bekerja disitu?"
Dia bingung.
Apa yang Anda pikirkan?" tanya sang boss lalu melanjutkan: "Kami tidak mengajukan pertanyaan kepada siapa pun di sini.
Sebab hanya dengan mengajukan beberapa pertanyaan, kami tak akan dapat menilai siapa pun.
Tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut..
Kami melakukan tes tertentu berdasarkan sikap para calon..
Kami mengamati setiap orang melalui CCTV, apa saja yg dilakukannya ketika melihat gerendel di pintu, selang air yang mengalir, keset "selamat datang", kipas atau lampu yang tak perlu..
Anda satu-satunya yang melakukan. Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda ”
Hatinya terharu, dia ingat ayahnya..
Dia yg selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan omelan ibu ayahnya. Kini dia menyadari bahwa justru omelan dan disiplin yg ditanamkan orangtuanyalah yang membuatnya diterima pada perusahaan yang diinginkannya..
Kekesalan dan kemarahannya pada ayahnya seketika sirna..
....hanya Anda satu-satunya yang melakukan apa yang kami harapkan dari seorang manajer, maka kami putuskan menerima Anda bekerja disini.......
Ayah, ma'afkan anakmu, bisiknya dalam hati penuh rasa haru dan bersyukur.
Dia akan minta maaf kpd ayahnya, dia akan ajak ayahnya melihat tempat kerjanya..
Dia pulang ke rumah dengan bahagia..
Apapun yang orangtua katakan pd anaknya, adalah demi kebaikan anak-anak itu sendiri, untuk menyiapkan masa depan yang baik!
"Batu karang tak akan menjadi patung yang indah bernilai tinggi, jika tak dapat menahan rasa sakit saat pahat bekerja memotongnya".
Untuk menjadi pribadi yang indah, kita perlu menerima dan mematuhi nasehat yang baik.
Kebiasaan baik akan muncul dari perilaku buruk yg dipahat dan dibuang dari diri kita...
Ibu menggendong anak di pinggangnya untuk memeluk, memberi makan dan untuk membuatnya tidur..
Tetapi ayah mengangkat anak dan mendudukkan di pundaknya untuk membuatnya melihat dunia yang tidak bisa dilihat anaknya..
Ayah dan ibu adalah pahlawan
yang kasih sayangnya layaknya guru yang mendampingi anak sepanjang kehidupan..
RENUNGAN :
Perlakukanlah orangtua sebaik-
baiknya, agar jadi contoh dan bimbingan dari generasi ke generasi, yang menerima estafet kehidupan..
*untuk dibagikan ke orangtua dan anak-anak tercinta..
Semoga bermanfaat
Label:
Kisah-kisah Sukses
17.22
Ibu saya adalah seorang yg sangat baik, sejak kecil saya melihatnya begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur untuk ayah krn lambung ayah kurang baik.
Setelah itu, masih hrs memasak nasi untuk anak-anak yg sdg dlm masa pertumbuhan..
Setiap sore, ibu selalu menyikat panci supaya tidak ada noda sedikitpun.
Menjelang malam, dgn giat ibu membersihkan rumah agar tidak berdebu.
Ibu adalah seorg wanita yg sangat rajin. Namun, di mata ayah, ibu bukan pasangan yg baik. Tidak hanya sekali ayah menyatakan kesepian dalam perkawinan, tapi saya tdk memahaminya...
Ayah saya adalah seorang laki-laki yg bertanggung jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu dan saat libur ayah punya wkt unt mengantar kami ke sekolah. Ia seorg ayah yg penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam pelajaran.
Ayah adalah seorang laki-laki yg baik di mata anak-anak, ia besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.
Hanya saja, di mata ibu, ia bukan pasangan yg baik. Kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam.
Saya melihat dan mendengar ketidakberdayaan dlm perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka. Seharusnya mereka layak mendapat perkawinan yg baik. Saya bertanya pada diri sendiri, "Dua orang yang baik mengapa tdk diiringi dgn perkawinan yg bahagia?"
Setelah dewasa, akhirnya saya memasuki perkawinan dan perlahan-lahan saya mengetahui jawaban itu..
Di masa awal perkawinan, saya juga sama spt ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, rajin bekerja dan mengatur rumah dgn sungguh2 berusaha memelihara perkawinan sendiri.
Anehnya, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin rumah kurang bersih, masakan tidak enak, lalu dgn giat saya membersihkan rumah dan memasak dgn sepenuh hati.
Namun, rasanya, kami berdua tetap tidak bahagia. Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan rumah, suami saya berkata, "temani aku sejenak mendengar alunan musik!" Dengan mimik tidak senang saya berkata, "Apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yg belum dipel?"
Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan Ibu. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka. Ada beberapa kesadaran muncul..
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah yg tidak mendapat apa yang dia butuhkan dalam perkawinannya.
Waktu ibu habis untuk membersihkan rumah pdhal yg dibutuhkan ayah adal menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dlm mempertahankan perkawinan. Ia memberi ayah sebuah rumah yg bersih namun ibu jarang menemani ayah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya.
KESADARAN MEMBUAT SAYA MEMBUAT KEPUTUSAN YG SAMA
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.
Saya bertanya pada suamiku, "Apa yang kau butuhkan?"
"Aku membutuhkanmu unt menemaniku.. rumah kotor sedikit tidak apa-apa.." ujar suamiku.
Saya kira dia perlu rumah yg bersih, ada yang memasak, dst.
"Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku."
Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara yang diinginkan pasangan kita.
Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja. Begitu juga suamiku, dia menderetkan sebuah daftar kebutuhanku.
Puluhan kebutuhan yg panjang dan jelas, misal: Waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk setiap pagi, memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat, dstnya.
Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yg sulit, misal: dengarkan aku, jangan memberi komentar. Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang dirinya merasa tampak seperti org bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.
Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya, kalau tidak saya hanya mendengarkan dgn serius..
Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yg sulit dipelajari, namun jauh lebih bermakna dlm pernikahan kami..
Bertanya pada pasangan kita, "Apa yang kau inginkan?" ternyata dpt menghidupkan pernikahan.
Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, MEREKA TERLALU BERSIKERAS MENGGUNAKAN CARA SENDIRI DALAM MENCINTAI PASANGANNYA, BUKAN MENCINTAI PASANGANNYA DENGAN CARA YANG DIINGINKAN PASANGAN KITA.
RENUNGAN:
Kita mungkin sangat lelah melayani pasangan kita, namun dia tidak menghargai.. akhirnya kita kecewa dan hancur.SETIAP ORANG PANTAS DAN LAYAK MEMILIKI SEBUAH PERKAWINAN YANG BAHAGIA, asalkan cara yg kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan oleh pasangan kita! Semoga manfaat..
Lebih baik terlambat menyadari, daripada tidak menyadari sampai akhir.
Mengapa Perkawinan Tidak Bahagia?
Ibu saya adalah seorang yg sangat baik, sejak kecil saya melihatnya begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur untuk ayah krn lambung ayah kurang baik.
Setelah itu, masih hrs memasak nasi untuk anak-anak yg sdg dlm masa pertumbuhan..
Setiap sore, ibu selalu menyikat panci supaya tidak ada noda sedikitpun.
Menjelang malam, dgn giat ibu membersihkan rumah agar tidak berdebu.
Ibu adalah seorg wanita yg sangat rajin. Namun, di mata ayah, ibu bukan pasangan yg baik. Tidak hanya sekali ayah menyatakan kesepian dalam perkawinan, tapi saya tdk memahaminya...
Ayah saya adalah seorang laki-laki yg bertanggung jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu dan saat libur ayah punya wkt unt mengantar kami ke sekolah. Ia seorg ayah yg penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam pelajaran.
Ayah adalah seorang laki-laki yg baik di mata anak-anak, ia besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.
Hanya saja, di mata ibu, ia bukan pasangan yg baik. Kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam.
Saya melihat dan mendengar ketidakberdayaan dlm perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka. Seharusnya mereka layak mendapat perkawinan yg baik. Saya bertanya pada diri sendiri, "Dua orang yang baik mengapa tdk diiringi dgn perkawinan yg bahagia?"
Setelah dewasa, akhirnya saya memasuki perkawinan dan perlahan-lahan saya mengetahui jawaban itu..
Di masa awal perkawinan, saya juga sama spt ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, rajin bekerja dan mengatur rumah dgn sungguh2 berusaha memelihara perkawinan sendiri.
Anehnya, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin rumah kurang bersih, masakan tidak enak, lalu dgn giat saya membersihkan rumah dan memasak dgn sepenuh hati.
Namun, rasanya, kami berdua tetap tidak bahagia. Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan rumah, suami saya berkata, "temani aku sejenak mendengar alunan musik!" Dengan mimik tidak senang saya berkata, "Apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yg belum dipel?"
Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan Ibu. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka. Ada beberapa kesadaran muncul..
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah yg tidak mendapat apa yang dia butuhkan dalam perkawinannya.
Waktu ibu habis untuk membersihkan rumah pdhal yg dibutuhkan ayah adal menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dlm mempertahankan perkawinan. Ia memberi ayah sebuah rumah yg bersih namun ibu jarang menemani ayah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya.
KESADARAN MEMBUAT SAYA MEMBUAT KEPUTUSAN YG SAMA
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.
Saya bertanya pada suamiku, "Apa yang kau butuhkan?"
"Aku membutuhkanmu unt menemaniku.. rumah kotor sedikit tidak apa-apa.." ujar suamiku.
Saya kira dia perlu rumah yg bersih, ada yang memasak, dst.
"Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku."
Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara yang diinginkan pasangan kita.
Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja. Begitu juga suamiku, dia menderetkan sebuah daftar kebutuhanku.
Puluhan kebutuhan yg panjang dan jelas, misal: Waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk setiap pagi, memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat, dstnya.
Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yg sulit, misal: dengarkan aku, jangan memberi komentar. Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang dirinya merasa tampak seperti org bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.
Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya, kalau tidak saya hanya mendengarkan dgn serius..
Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yg sulit dipelajari, namun jauh lebih bermakna dlm pernikahan kami..
Bertanya pada pasangan kita, "Apa yang kau inginkan?" ternyata dpt menghidupkan pernikahan.
Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, MEREKA TERLALU BERSIKERAS MENGGUNAKAN CARA SENDIRI DALAM MENCINTAI PASANGANNYA, BUKAN MENCINTAI PASANGANNYA DENGAN CARA YANG DIINGINKAN PASANGAN KITA.
RENUNGAN:
Kita mungkin sangat lelah melayani pasangan kita, namun dia tidak menghargai.. akhirnya kita kecewa dan hancur.SETIAP ORANG PANTAS DAN LAYAK MEMILIKI SEBUAH PERKAWINAN YANG BAHAGIA, asalkan cara yg kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan oleh pasangan kita! Semoga manfaat..
Lebih baik terlambat menyadari, daripada tidak menyadari sampai akhir.
Label:
Kisah tentang Cinta
Diberdayakan oleh Blogger.