Latest Post

Kisah Belajar dari si Renta Bungkuk yang Tak Meminta

Written By Regina Kim on Senin, 25 Juli 2016 | 23.42


Mencoba membuka kembali ingatan beberapa waktu yang silam. Berturut-turut dipertemukan dengan penjual sayur keliling di ramainya lalu lalang kendaraan. Mungkin biasa saja dengan jenis pekerjaannya, tapi yang menjadi pusat perhatian yang menyebabkan mataku tak berkedip atau memalingkan kepalaku ke arah lain adalah kondisi si penjual sayur.

Di tiga hari pertama, hanya bisa melihatnya saja sepanjang motorku melewatinya sambil sesekali memerhatikan bagaimana kondisinya. Selang beberapa hari berikutnya, ada keinginan hati untuk memberhentikan laju motorku dan diam di pinggir jalan sembari menunggunya lewat ke hadapanku. Setelah dia mendekat, semakin jelas terlihat keadaannya, mengkhawatirkan.

Tergerak seketika, teman kerjaku mengepalkan lembaran uang sepuluh ribuan untuknya, bukan sekedar karena merasa iba atas kondisinya, tapi semangatnya di saat dia renta dan tak lagi tegak untuk berdiri, di saat jalannya yang tak lagi lancar tapi terpapah-papah, tidak lantas menjadikan dia dengan mudahnya menengadahkan tangan hanya untuk meminta belas kasihan orang dengan meminta-minta.

Jalanan panjang dia susuri di teriknya siang, tak mempedulikan bunyi klakson motor karena merasa terhalangi oleh lambatnya dia berjalan. Berjalan terus mencari orang yang mau membeli barang dagangannya sembari sesekali menyeka keringatnya, begitu mengkhawatirkan.

Tapi di sisi lain, ada banyak orang yang begitu mudah meminta-minta belas kasihan orang dengan cara-cara yang tidak baik. Segala cara dilakukan meskipun itu merendahkan dirinya sendiri demi mendapatkan uang, padahal kondisi fisik mereka pun sehat dan kuat.

RENUNGAN :
Ada banyak "pesan"-Nya yang bisa kita ambil dari pertemuan tak sengaja ini. Boleh jadi kita yang kuat untuk berdiri tegak hanya mempergunakan waktu dengan bermalas-malasan saja, kita yang bekerja di tempat yang nyaman tidak memberikan kotribusi terbaik untuk masyarakat banyak. Kita yang sehat, kuat dan difasilitasi barang-barang yang agak 'wah' terkadang lupa untuk bersyukur, meski sekadar mengingat mereka di luar sana yang kekurangan, pun sekedar ber-perceptual position dengan menjadikan diri kita adalah mereka, agar kita tahu bahwa kita masih hidup dalam kelayakan.

Lihat, dengar dan rasakanlah. Perjalananku mungkin hanya sekedar perjalanan biasa, tapi yakini di setiap perjalanan manusia akan selalu ada "pesan" yang harus kita cari. Semoga tak menjadi sebuah kesalahan ketika ku tulis ulang apa yang aku lihat, aku dengar, dan aku rasa. Bacalah, semoga ada hikmah untuk perjalanan kita selanjutnya.

Kisah Sang Istri Bungkuk yang Setia Menuntun Suaminya yang Tuna Netra


Seperti yang dilansir dari shanghaist.com, bahwa sepasang suami istri yang berada di Guangxi China ini menunjukan arti cinta sejati dan cinta yang tulus. Meskipun kita tahu keduanya diselimuti oleh cobaan hidup yang berat dan kekurangan yang ada pada diri masing-masing tetapi pasangan yang bernama Huang Funeng yang kini berusia 80 tahun dan istrinya Wei Guiyi berusia 76 tahun tersebut tetap setiap dan tulus menerima apapun serta bagaimana pun kondisi pasangannya masing-masing.

Diketahui mereka berdua sudah menikah kurang lebih 55 tahun. Dalam waktu yang tidak singkat tersebut mereka berdua selalu hidup berdampingan dan bahagia. Mereka berdua selalu mengisi kekosongan masing-masing dan berusaha untuk memberikan semua yang terbaik untuk pasangannnya.

Hingga suatu ketika tepatnya pada 1985 keadaan yang mengkhawatirkan menimpa keduanya, dimana Huang sang suami menderita sakit mata yang menyebabkan dirinya mengalami kebutaan. Sedangkan istrinya Wei mengalami osteoporosis hingga membuat tubuhnya tidak normal dimana tubuhnya tersebut menjadi bungkuk. Namun, meskipun begitu Wei tetap bersyukur karena ia masih bisa berjalan dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Meskipun Sama-Sama Memiliki Kekurangan Tetapi Mereka Saling Membantu dan Saling Menyempurnakan

Meskipun keduanya tidak sempurna dan memiliki banyak kekurangan, tetapi mereka tidak pernah mengeluh akan kondisi dirinya sendiri ataupun kondisi pasangannya. Sebagai bentuk pengabdian kepada suaminya sang istri setiap harinya selalu menuntun sang suami yang buta ketika mereka hendak pergi kemanapun. Sang istri yang sudah berumur tidak muda tersebut menuntun suaminya dengan menggunakan tongkat.
Pasangan yang sangat menginspirasi ini sendiri menikah sejak 55 tahun dimana sejak usianya 20 tahun dan 24 tahun. Tetapi yang paling menyedihkan, meskipun mereka sudah lama menikah tetapi mereka tidak dikarunia seorang anak pun, sehingga ketika keduanya sudah tua mereka harus bertahan hidup sendiri dan mengurus diri mereka sendiri tanpa ada seorang anak atau keluargapun di sisinya. Namun meskipun begitu pasangan ini tetap saling mencintai dan menyayangi dengan tulus.

Huang Funeng pernah mengatakan bahwa meskipun kini dirinya tidak bisa melihat tetapi dirinya selalu bisa melihat bayangan istrinya. Istrinya tersebut adalah orang yang paling istimewa dan ia cintai. Sedangkan sang itsri pun mengatakan, bahwa mereka berdua sangat senang dengan kehidupan mereka saat ini. Apapun dan bagaimapaun kondisi keduanya tetapi sang itsri mengatakan bahwa mereka akan selalu ada di sisi satu sama lain. Sejak beberapa foto keduanya ini beredar di media sosial, maka saat itu jugalah ke duanya menjadi inspirasi semua orang terlebih lagi bagi setiap pasangan agar bisa menyadari bahwa cinta yang tulus dan cinta sejati itu seperti apa.

RENUNGAN :
Nah, sahabat di tengah kasus-kasus perceraian yang selalu kita saksikan entah itu di media sosial ataupun televisi dan kasus perselingkuhan yang semakin hari semakin marak. Maka dengan adanya kisah yang suci dari keduanya ini setidaknya kita bisa belajar banyak bahwa betapa indahnya saling menerima dan memberi bersama orang yang kita sayangi.

Janganlah pernah menuntut pasangan kita untuk selalu sempurna dan janganlah pernah kesempuraan menjadi penghambat cinta tulus yang kita miliki. Semoga kita semua mendapatkan pasangan yang bisa tulus mencintai kita apa adanya, dan kita do’akan semoga Huang Funeng dan Wei Guiyi selalu disatukan dan mendapatkan kebahagiaan.

KISAH ANAK-ANAK BURUNG GAGAK & SEBUAH SUMUR


Tahun ini, musim kemarau sangat panjang. Tumbuhan mulai mengering, sungai-sungai kehilangan aliran airnya, mata air kering dan air sumur menyusut. Beberapa binatang bahkan mati akibat suhu panas dan haus. Semua hewan dan tumbuhan selalu berdoa atas hujan yang hadir dan memberi kehidupan pada mereka.
Keadaan yang tidak menguntungkan ini membuat seorang ibu gagak mengajak anak-anaknya yang berjumlah 8 orang untuk migrasi ke daerah yang lebih sejuk dan memiliki persediaan air yang cukup. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya mereka berangkat ke daerah lain bersama-sama.
Rasa lelah dan haus menerpa keluarga gagak ini, akhirnya mereka beristirahat di sebuah rumah petani yang sudah ditinggalkan penghuninya. Mereka semua sangat kehausan. Hal ini menimbulkan pertengkaran akibat emosi, ditambah lagi terpaan matahari yang panas. Bahkan ibu gagak tidak bisa mendiamkan mereka.
Gagak paling kecil menghindari keributan saudara-saudaranya, dia bersedih karena pertengkaran itu. Akhirnya dia terbang mengitari rumah dan mencari siapa tahu ada persediaan air yang tersisa. Si gagak kecil akhirnya berhasil menemukan sebuah kendi di belakang rumah petani. Kendi itu berisi sedikit sekali air di dasarnya.
Si kecil memanggil ibu dan saudara-saudaranya. Rasanya percuma bila ada kendi berisi air yang sangat sedikit. Mereka tidak bisa mencapai dasar kendi, pada gagak perlu tempat berpijak saat minum, jika tidak, mereka bisa tercebur ke air dan mati. Tidak ada satupun yang berani masuk ke dalam kendi untuk minum.
Si gagak kecil tidak kehabisan akal, dia melihat tumpukan kerikil di luar rumah petani. Akhirnya dia terbang dan memasukkan kerikil itu ke dalam kendi. Saudara-saudaranya yang lain tidak tahu apa yang sedang dilakukan si gagak kecil dengan memasukkan kerikil ke dalam kendi.
Akhirnya sang ibu gagak mengerti, anak bungsunya memasukkan kerikil agar air yang ada di dasar kendi naik ke permukaan, sehingga mereka semua bisa minum dengan berpijak pada bibir kendi. Sang ibu meminta agar semua anaknya membantu si bungsu memasukkan kerikil.
Dengan kesabaran dan kerjasama, akhirnya air di dasar kendi naik ke permukaan. Mereka semua bergantian meminum air itu tanpa khawatir tercebur ke dalam air. Semua gagak memuji ide sang gagak kecil. Dan akhirnya, setelah melegakan tenggorokan, keluarga gagak itu terbang dan sampai di daerah yang lebih subur dan banyak hujan.
RENUNGAN : Anda bisa belajar bahwa masalah tidak akan selesai dengan bertengkar. Yang bisa Anda lakukan adalah berpikir dalam ketenangan bagaimana menyelesaikan masalah itu. Kesabaran dan kerjasama juga menjadi kunci penting akan sebuah keberhasilan.
Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Kisah Motivasi Hidup | Kisah Motivasi Hidup
Copyright © 2011. Kisah Motivasi Hidup - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Kisah Motivasi Hidup
Proudly powered by Blogger