Latest Post
22.49
Alkisah di sebuah rumah mewah yang terletak dipinggiran sebuah kota, hiduplah sepasang suami istri. Dari sekilas orang yang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana usaha mereka dalam meraih kehidupan mapan yang seperti saat ini. Sayang, pasangan itu belum lengkap. Dalam kurun waktu sepuluh tahun pernikahan mereka, pasangan itu belum juga dikaruniai seorang anak pun yang mereka harapkan.
Karenanya walaupun masih saling mencinta, si suami berkeinginan menceraikan istrinya karena dianggap tak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasinya. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sedih dan duka yang mendalam, si istri akhirnya menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.
Dengan perasaan tidak menentu, suami istri itu menyampaikan rencana perceraian kepada orang tua mereka. Meskipun orang tua mereka tidak setuju, tapi tampaknya keputusan bulat sudah diambil si suami. Setelah berbincang-bincang cukup lama dan alot, kedua orang tua pasangan itu dengan berat hati menyetujui perceraian tersebut. Tetapi, mereka mengajukan syarat, yakni agar perceraian pasangan suami istri itu diselenggarakan dalam sebuah sebuah pesta yang sama besarnya seperti pesta saat mereka menikah dulu.
Agar tidak mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan mengadakan pesta perceraian itu pun disetujui. Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Sungguh, itu merupakan pesta yang tidak membahagiakan bagi siapa saja yang hadir dalam pesta itu. Si suami tampak tertekan dan terus meminum arak sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara sang istri tampak terus melamun dan sesekali mengusap air matanya di pipinya. Di sela mabuknya si suami berkata lantang, “Istriku, saat kau pergi nanti. semua barang berharga atau apapun yang kamu suka dan kamu sayangi, Ambillah dan Bawalah !!“. Setelah berkata seperti itu, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan harinya, setelah pesta usai, si suami terbangun dari tidur dengan kepala berdenyut-denyut. Dia merasa tidak mengenali keadaan disekelilingnya selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun yaitu sang istri yang ia cintai. Maka, dia pun bertanya “Ada dimakah aku ? Kenapa ini bukan di kamar kita ? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi ? tolong jelaskan.”
Si istri menatap penuh cinta pada suaminya dengan mata berkaca-kaca dan menjawab, “Suamiku, ini karena dirumah orang tuaku. Kemaren kau bilang didepan semua orang bahwa engkau berkata kepadaku, bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku sayangi. Di dunia ini tidak ada satu barang yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati selain kamu. karena itu kamu sekarang kubawa serta ke rumah orang tuaku. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu.”
Dengan perasaan terkejut setelah sesaat tersadar, si suami bangun dan memeluk istrinya, “Maafkan aku Istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa dalamnya cintamu padaku. Walaupun aku telah menyakitimu, dan berniat menceraikanmu, tetapi engkau masih mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun“.
KISAH SEBUAH KETULUSAN DALAM KELUARGA
Written By Regina Kim on Selasa, 19 November 2013 | 22.49
Karenanya walaupun masih saling mencinta, si suami berkeinginan menceraikan istrinya karena dianggap tak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasinya. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sedih dan duka yang mendalam, si istri akhirnya menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.
Dengan perasaan tidak menentu, suami istri itu menyampaikan rencana perceraian kepada orang tua mereka. Meskipun orang tua mereka tidak setuju, tapi tampaknya keputusan bulat sudah diambil si suami. Setelah berbincang-bincang cukup lama dan alot, kedua orang tua pasangan itu dengan berat hati menyetujui perceraian tersebut. Tetapi, mereka mengajukan syarat, yakni agar perceraian pasangan suami istri itu diselenggarakan dalam sebuah sebuah pesta yang sama besarnya seperti pesta saat mereka menikah dulu.
Agar tidak mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan mengadakan pesta perceraian itu pun disetujui. Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Sungguh, itu merupakan pesta yang tidak membahagiakan bagi siapa saja yang hadir dalam pesta itu. Si suami tampak tertekan dan terus meminum arak sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara sang istri tampak terus melamun dan sesekali mengusap air matanya di pipinya. Di sela mabuknya si suami berkata lantang, “Istriku, saat kau pergi nanti. semua barang berharga atau apapun yang kamu suka dan kamu sayangi, Ambillah dan Bawalah !!“. Setelah berkata seperti itu, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan harinya, setelah pesta usai, si suami terbangun dari tidur dengan kepala berdenyut-denyut. Dia merasa tidak mengenali keadaan disekelilingnya selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun yaitu sang istri yang ia cintai. Maka, dia pun bertanya “Ada dimakah aku ? Kenapa ini bukan di kamar kita ? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi ? tolong jelaskan.”
Si istri menatap penuh cinta pada suaminya dengan mata berkaca-kaca dan menjawab, “Suamiku, ini karena dirumah orang tuaku. Kemaren kau bilang didepan semua orang bahwa engkau berkata kepadaku, bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku sayangi. Di dunia ini tidak ada satu barang yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati selain kamu. karena itu kamu sekarang kubawa serta ke rumah orang tuaku. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu.”
Dengan perasaan terkejut setelah sesaat tersadar, si suami bangun dan memeluk istrinya, “Maafkan aku Istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa dalamnya cintamu padaku. Walaupun aku telah menyakitimu, dan berniat menceraikanmu, tetapi engkau masih mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun“.
Label:
Kisah tentang Cinta
21.52
Pada zaman Tiongkok Kuno ada seorang petani mempunyai seorang tetangga yang berprofesi sebagai pemburu dan mempunyai anjing-anjing yang galak dan kurang terlatih. Anjing-anjing itu sering melompati pagar dan mengejar-ngejar domba-domba petani. Petani itu meminta tetangganya untuk menjaga anjing-anjingnya, tetapi ia tidak mau peduli. Suatu hari aning-anjing itu melompati pagar dan menyerang beberapa kambing sehingga terluka parah.
Petani itu merasa tak sabar, dan memutuskan untuk pergi ke kota untuk berkonsultasi pada hakim Bao. Hakim Bao mendengarkan cerita petani itu dengan hati-hati dan berkata, “Saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung anjing-anjingnya. Tetapi Anda akan kehilangan seorang teman dan mendapatkan seorang musuh. Mana yang kau inginkan, teman atau musuh yang jadi tetanggamu?” Petani itu menjawab bahwa ia lebih suka mempunyai seorang teman.
“Baik, saya akan menawari Anda sebuah solusi yang mana Anda harus manjaga domba-domba Anda supaya tetap aman dan ini akan membuat tetangga Anda tetap sebagai teman.” Mendengar solusi hakim Bao, petani itu setuju.
Ketika sampai di rumah, petani itu segera melaksanakan solusi hakim Bao. Dia mengambil tiga domba terbaiknya dan menghadiahkannya kepada tiga anak tetangganya itu, yang mana ia menerima dengan sukacita dan mulai bermain dengan domba-domba tersebut. Untuk menjaga mainan baru anaknya, si pemburu itu mengkerangkeng anjing pemburunya. Sejak saat itu anjing-anjing itu tidak pernah menggangu domba-domba pak tani.
Di samping rasa terima kasihnya kepada kedermawanan petani kepada anak-anaknya, pemburu itu sering membagi hasil buruan kepada petani. Sebagai balasannya petani mengirimkan daging domba dan keju buatannya. Dalam waktu singkat tetangga itu menjadi teman yang baik.
RENUNGAN:
Sebuah ungkapan Tiongkok Kuno mengatakan, “Cara Terbaik untuk mengalahkan dan mempengaruhi orang adalah dengan kebajikan dan belas kasih.”
KISAH HAKIM BAO TENTANG KASIH DAN WELAS ASIH
Petani itu merasa tak sabar, dan memutuskan untuk pergi ke kota untuk berkonsultasi pada hakim Bao. Hakim Bao mendengarkan cerita petani itu dengan hati-hati dan berkata, “Saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung anjing-anjingnya. Tetapi Anda akan kehilangan seorang teman dan mendapatkan seorang musuh. Mana yang kau inginkan, teman atau musuh yang jadi tetanggamu?” Petani itu menjawab bahwa ia lebih suka mempunyai seorang teman.
“Baik, saya akan menawari Anda sebuah solusi yang mana Anda harus manjaga domba-domba Anda supaya tetap aman dan ini akan membuat tetangga Anda tetap sebagai teman.” Mendengar solusi hakim Bao, petani itu setuju.
Ketika sampai di rumah, petani itu segera melaksanakan solusi hakim Bao. Dia mengambil tiga domba terbaiknya dan menghadiahkannya kepada tiga anak tetangganya itu, yang mana ia menerima dengan sukacita dan mulai bermain dengan domba-domba tersebut. Untuk menjaga mainan baru anaknya, si pemburu itu mengkerangkeng anjing pemburunya. Sejak saat itu anjing-anjing itu tidak pernah menggangu domba-domba pak tani.
Di samping rasa terima kasihnya kepada kedermawanan petani kepada anak-anaknya, pemburu itu sering membagi hasil buruan kepada petani. Sebagai balasannya petani mengirimkan daging domba dan keju buatannya. Dalam waktu singkat tetangga itu menjadi teman yang baik.
RENUNGAN:
Sebuah ungkapan Tiongkok Kuno mengatakan, “Cara Terbaik untuk mengalahkan dan mempengaruhi orang adalah dengan kebajikan dan belas kasih.”
Label:
Kisah Tiongkok
21.37
Pada suatu siang, sebuah peluru mortir mendarat di sebuah panti asuhan di sebuah perkampungan kecil Vietnam. Seorang petugas panti asuhan dan dua orang anak langsung tewas, beberapa anak lainnya terluka, termasuk seorang gadis kecil yang berusia sekitar 8 tahun.
Orang-orang dari kampung tersebut segera meminta pertolongan medis dari kota terdekat. Akhirnya, seorang dokter Angkatan Laut Amerika dan seorang perawat dari Perancis yang kebetulan berada di kota itu bersedia menolong. Dengan membawa Jeep yang berisi obat-obatan dan perlengkapan medis mereka berangkat menuju panti asuhan tersebut.
Setelah melihat keadaan gadis kecil itu, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut sudah dalam keadaan yang sangat kritis. Tanpa tindakan cepat, anak itu akan segera meninggal kehabisan darah. Transfusi darah adalah jalan terbaik untuk keluar dari masa kritis ini.
Dokter dan perawat tersebut segera mengadakan pengujian singkat kepada orang-orang di panti asuhan - termasuk anak-anak, untuk menemukan golongan darah yang cocok dengan gadis kecil itu. Dari pengujian tersebut ditemukan beberapa orang anak yang memiliki kecocokan darah dengan gadis kecil tersebut.
Sang dokter, yang tidak begitu lancar berberbahasa Vietnam - berusaha keras menerangkan kepada anak-anak tersebut - bahwa gadis kecil itu hanya bisa ditolong dengan menggunakan darah salah satu anak-anak itu. Kemudian, dengan berbagai bahasa isyarat, tim medis menanyakan apakah ada di antara anak-anak itu yang bersedia menyumbangkan darahnya bagi si gadis kecil yang terluka parah.
Permintaan itu ditanggapi dengan diam seribu bahasa. Setelah agak lama, seorang anak mengacungkan tangannya perlahan-lahan, tetapi dalam keraguan ia menurunkan tangannya lagi, walaupun sesaat kemudian ia mengacungkan tangannya lagi.
“Oh, terima kasih,” kata perawat itu terpatah-patah. “Siapa namamu ?”
“Heng,” jawab anak itu.
Heng kemudian dibaringkan ke tandu, lengannya diusap dengan alkohol, dan kemudian sebatang jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darahnya. Selama proses ini, Heng terbaring kaku, tidak bergerak sama sekali.
Namun, beberapa saat kemudian ia menangis terisak-isak, dan dengan cepat menutupi wajahnya dengan tangannya yang bebas.
“Apakah engkau kesakitan, Heng ?” tanya dokter itu. Heng menggelengkan kepalanya, tetapi tidak lama kemudian Heng menangis lagi, kali ini lebih keras. Sekali lagi dokter bertanya, apakah jarum yang menusuknya tersebut membuatnya sakit, dan Heng menggelengkan kepalanya lagi.
Tetapi tangisan itu tidak juga berhenti, malah makin memilukan. Mata Heng terpejam rapat, sedangkan tangannya berusaha menutup mulutnya untuk menahan isakan tangis.
Tim medis itu menjadi khawatir, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Untunglah seorang perawat Vietnam segera datang. Melihat anak kecil itu yang tampak tertekan - ia berbicara cepat dalam bahasa Vietnam. Perawat Vietnam itu mendengarkan jawaban anak itu dengan penuh perhatian, dan kemudian perawat itu menjelaskan sesuatu pada Heng dengan nada suara yang menghibur.
Anak itu mulai berhenti menangis - dan menatap lembut mata perawat Vietnam itu beberapa saat. Ketika perawat Vietnam itu mengangguk - tampak sinar kelegaan menyinari wajah Heng.
Sambil melihat ke atas, perawat itu berkata lirih kepada dokter Amerika tersebut, “Ia mengira bahwa ia akan mati. Ia salah paham. Ia mengira anda memintanya untuk memberikan seluruh darahnya agar gadis kecil itu tetap hidup.”
“Tetapi kenapa ia tetap mau melakukannya ?” tanya sang perawat Perancis dengan heran.
Perawat Vietnam itu kembali bertanya kepada Heng.. dan Heng pun menjawab dengan singkat :
“Ia sahabat saya..”
KISAH KASIH TERBESAR KORBAN PERANG VIETNAM
Orang-orang dari kampung tersebut segera meminta pertolongan medis dari kota terdekat. Akhirnya, seorang dokter Angkatan Laut Amerika dan seorang perawat dari Perancis yang kebetulan berada di kota itu bersedia menolong. Dengan membawa Jeep yang berisi obat-obatan dan perlengkapan medis mereka berangkat menuju panti asuhan tersebut.
Setelah melihat keadaan gadis kecil itu, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut sudah dalam keadaan yang sangat kritis. Tanpa tindakan cepat, anak itu akan segera meninggal kehabisan darah. Transfusi darah adalah jalan terbaik untuk keluar dari masa kritis ini.
Dokter dan perawat tersebut segera mengadakan pengujian singkat kepada orang-orang di panti asuhan - termasuk anak-anak, untuk menemukan golongan darah yang cocok dengan gadis kecil itu. Dari pengujian tersebut ditemukan beberapa orang anak yang memiliki kecocokan darah dengan gadis kecil tersebut.
Sang dokter, yang tidak begitu lancar berberbahasa Vietnam - berusaha keras menerangkan kepada anak-anak tersebut - bahwa gadis kecil itu hanya bisa ditolong dengan menggunakan darah salah satu anak-anak itu. Kemudian, dengan berbagai bahasa isyarat, tim medis menanyakan apakah ada di antara anak-anak itu yang bersedia menyumbangkan darahnya bagi si gadis kecil yang terluka parah.
Permintaan itu ditanggapi dengan diam seribu bahasa. Setelah agak lama, seorang anak mengacungkan tangannya perlahan-lahan, tetapi dalam keraguan ia menurunkan tangannya lagi, walaupun sesaat kemudian ia mengacungkan tangannya lagi.
“Oh, terima kasih,” kata perawat itu terpatah-patah. “Siapa namamu ?”
“Heng,” jawab anak itu.
Heng kemudian dibaringkan ke tandu, lengannya diusap dengan alkohol, dan kemudian sebatang jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darahnya. Selama proses ini, Heng terbaring kaku, tidak bergerak sama sekali.
Namun, beberapa saat kemudian ia menangis terisak-isak, dan dengan cepat menutupi wajahnya dengan tangannya yang bebas.
“Apakah engkau kesakitan, Heng ?” tanya dokter itu. Heng menggelengkan kepalanya, tetapi tidak lama kemudian Heng menangis lagi, kali ini lebih keras. Sekali lagi dokter bertanya, apakah jarum yang menusuknya tersebut membuatnya sakit, dan Heng menggelengkan kepalanya lagi.
Tetapi tangisan itu tidak juga berhenti, malah makin memilukan. Mata Heng terpejam rapat, sedangkan tangannya berusaha menutup mulutnya untuk menahan isakan tangis.
Tim medis itu menjadi khawatir, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Untunglah seorang perawat Vietnam segera datang. Melihat anak kecil itu yang tampak tertekan - ia berbicara cepat dalam bahasa Vietnam. Perawat Vietnam itu mendengarkan jawaban anak itu dengan penuh perhatian, dan kemudian perawat itu menjelaskan sesuatu pada Heng dengan nada suara yang menghibur.
Anak itu mulai berhenti menangis - dan menatap lembut mata perawat Vietnam itu beberapa saat. Ketika perawat Vietnam itu mengangguk - tampak sinar kelegaan menyinari wajah Heng.
Sambil melihat ke atas, perawat itu berkata lirih kepada dokter Amerika tersebut, “Ia mengira bahwa ia akan mati. Ia salah paham. Ia mengira anda memintanya untuk memberikan seluruh darahnya agar gadis kecil itu tetap hidup.”
“Tetapi kenapa ia tetap mau melakukannya ?” tanya sang perawat Perancis dengan heran.
Perawat Vietnam itu kembali bertanya kepada Heng.. dan Heng pun menjawab dengan singkat :
“Ia sahabat saya..”
Label:
Kisah tentang Cinta
21.20
Hidup akan sangat melelahkan, sia-sia dan menjemukan
bila Anda hanya menguras pikiran untuk mengurus BUNGKUSAN-nya saja dan mengabaikan ISINYA.
Bedakanlah apa itu Bungkusan dan apa itu Isinya.
Rumah yg indah hanya bungkusan;
Keluarga Bahagia itu isinya.
Pesta nikah hanya bungkusan;
Cintakasih, Pengertian dan komitmen, itu isinya
Ranjang mewah hanya bungkusan;
Tidur nyenyak itu isinya.
Makan enak hanya bungkusan;
Gizi dan energi itu isinya.
Kecantikan hanya bungkusan;
Kepribadian itu isinya.
Bicara itu hanya bungkusan;
Kerja nyata itu isinya.
Buku hanya bungkusan;
Pengetahuan itu isinya.
Jabatan hanya bungkusan;
Pengabdian dan pelayanan itu isinya.
Pergi ke Rumah Ibadah itu bungkusan;
Melakukan perintah Tuhan dalam hidup itu isinya.
Utamakanlah isinya...
namun rawatlah bungkusnya...
DON'T JUDGE BY COVER (ISI LEBIH PENTING DIBANDING BUNGKUSNYA)
bila Anda hanya menguras pikiran untuk mengurus BUNGKUSAN-nya saja dan mengabaikan ISINYA.
Bedakanlah apa itu Bungkusan dan apa itu Isinya.
Rumah yg indah hanya bungkusan;
Keluarga Bahagia itu isinya.
Pesta nikah hanya bungkusan;
Cintakasih, Pengertian dan komitmen, itu isinya
Ranjang mewah hanya bungkusan;
Tidur nyenyak itu isinya.
Makan enak hanya bungkusan;
Gizi dan energi itu isinya.
Kecantikan hanya bungkusan;
Kepribadian itu isinya.
Bicara itu hanya bungkusan;
Kerja nyata itu isinya.
Buku hanya bungkusan;
Pengetahuan itu isinya.
Jabatan hanya bungkusan;
Pengabdian dan pelayanan itu isinya.
Pergi ke Rumah Ibadah itu bungkusan;
Melakukan perintah Tuhan dalam hidup itu isinya.
Utamakanlah isinya...
namun rawatlah bungkusnya...
Label:
motivasi diri
21.11
Dari dalam toko mainannya, seorang pria tua yang biasa dipanggil Tuan Oeng oleh para pelanggannya menatapLAH seorang gadis berseragam putih-merah yang sedang terpaku di depan kaca etalase toko. Sudah dua minggu ini di waktu yang sama, yaitu pukul 13.15, gadis itu selalu berdiri di depan etalase toko.
”Bisa aku bantu?” tegur Tuan Oeng tersenyum ramah.GADIS itu menoleh ke arah Tuan Oeng kemudian mengetuk kaca etalase.”Berapa harga Lily?” tanya gadis itu kemudian.Tuan Oeng menoleh ke arah etalase dan menemukan sebuah boneka bergaun ungu yang ditunjuk oleh gadis berkepang dua itu.
”Lima puluh ribu rupiah,” jawabnya singkat.
”Mahal, ya...,” ujar gadis itu terdengar seperti menggumam. Ia kemudian melangkah meninggalkan toko dan pemiliknya.
Keesokannya, Tuan Oeng kembali menemukan gadis kecil itu terpana di depan etalase. Matanya bergeming dari Lily yang telah dipajang sejak dua minggu lalu. Kali ini Tuan Oeng tak menegur. Ia membiarkan saja gadis itu menatap Lily sampai puas.
SAMPAI di suatu Minggu, Tuan Oeng melihat gadis itu datang bersama seorang anak laki-laki yang lebih kecil. Keduanya mengendarai sepeda dan memarkir sepeda tepat di depan etalase toko. Terlihat raut gembira di wajah gadis itu.
”Selamat datang. Ada yang bisa dibantu, Nak?” sambut Tuan Oeng.
Kedua bocah itu adalah pembeli pertama di hari itu. ”Saya ingin membeli Lily,” ujar gadis itu mantap.
Tuan Oeng tersenyum. ”Apakah kau meminta orangtuamu untuk membelikannya?”
tanyanya.
Gadis itu menggeleng. ”Tidak, Pak. Saya memecahkan celengan yang sudah saya isi sejak setahun.”
Tuan Oeng terpana memandang gadis kecil yang mulai berceloteh bangga itu.
”Walaupun hanya memiliki empat puluh ribu dari uang celengan saya, Ayah memberi uang dua puluh ribu untuk menutupi kekurangannya.”
Tuan Oeng mengangguk mengerti. ”Berarti kau sudah tak punya tabungan lagi, ya?”
Gadis itu mengangguk. ”Kali ini iya, tetapi mulai besok saya akan makin rajin menyisihkan uang jajan. Itu sebabnya Ayah melebihkan sepuluh ribu agar saya dapat membeli celengan baru.”
Tuang Oeng mengacungkan kedua jempolnya tanda bangga. ”Hebat!” ujarnya.SESAAT kemudian transaksi berlangsung. Gadis itu menulis nama dan alamatnya. Kemudian ia membayar Lily dengan satu lembar uang lima puluh ribu.
”Bisakah Bapak membungkus Lily dengan rapi?” pinta gadis itu.
”Tentu. Untuk gadis kecil yang rajin menabung, Bapak akan bungkus dengan kotak cantik berwarna ungu.”
Ketika sedang membungkus Lily, Tuan Oeng memerhatikan kedua bocah tadi berada di depan rak mainan tentara. ”Aku akan menabung seperti Kakak agar bisa membeli paket mainan tentara ini,” ujar bocah lelaki itu kepada kakak perempuannya.
”Kamu suka, ya?” tanya gadis kecil itu kepada adiknya.
”Iya. Hampir semua teman-temanku memilikinya. Namun, mana mungkin Ayah membelikannya untukku,” nada bocah lelaki itu terdengar kecewa.
”Ayah, kan, pernah bilang kepada, kita jika kita menginginkan sesuatu, kita harus berusaha sendiri. Namun, jika kita membutuhkan sesuatu, Ayah dan Ibu akan membelikannya.”
BOCAH lelaki itu mengangguk. ”Aku akan berusaha keras seperti Kakak! Aku akan menabung.”
”Sebaiknya kau menabung dengan cepat,” timpal satu anak buah Tuan Oeng, masuk ke dalam percakapan.
”Paket mainan tentara itu edisi terbatas dan tidak diproduksi lagi. Di toko ini bahkan hanya tinggal dua paket.”
Raut wajah bocah lelaki itu berubah kecewa. ”Benarkah? Ya....”
Gadis kecil itu menepuk pundak adiknya. Ia tidak bisa berkata apa-apa.
BEBERAPA saat kemudian kedua bocah itu sudah melangkah ke luar toko. Namun, beberapa menit kemudian, gadis itu datang kembali ke toko sendirian. Ia membawa sebuah kotak berwarna ungu.
”Maaf, Pak. Bolehkan saya menukar Lily dengan satu paket tentara edisi terbatas itu?” ujar gadis itu.
Tuan Oeng terkejut dan terbengong sejenak. ”Kenapa kau mau menukarnya?”
Gadis itu menggeleng. ”Saya tidak tahu kenapa saya sedih setelah mendapatkannya. Mungkin karena saya takut adik saya tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. Sepertinya ia masih terlalu kecil untuk menabung cepat.”
Tuan Oeng tersenyum. Ia merasa gadis di depannya sudah dewasa. Padahal, gadis kecil itu dan adiknya sama-sama masih kecil. Transaksi penukaran berlangsung. Harga miniatur tentara itu lebih murah sepuluh ribu rupiah daripada harga Lily.
KETIKA gadis itu keluar dari toko, Tuang Oeng sibuk menulis sesuatu di atas kartu. Selesai menulis, ia memanggil salah satu anak buahnya dan berkata,”Kirimkan kotak ungu ini ke alamat gadis kecil tadi. Ini alamat dan nomor
teleponnya.”
Anak buah Tuan Oeng sekilas membaca isi kartu ucapan yang ditulis Tuan Oeng. Tulisannya berbunyi:
”Untuk seorang kakak yang murah hati dan rajin menabung. Tertanda Tuan Oeng,
dari toko Hati.”
RENUNGAN :
Jika kita menginginkan sesuatu, kita harus berusaha sendiri semua itu berasal dari diri kita sendiri..seperti kita mencari pekerjaan atau mencari jodoh bila kita tidak berusaha mana mungkin bisa mendapatkannya dengan gratis..
KISAH TUAN OENG DENGAN SEORANG GADIS KECIL
”Bisa aku bantu?” tegur Tuan Oeng tersenyum ramah.GADIS itu menoleh ke arah Tuan Oeng kemudian mengetuk kaca etalase.”Berapa harga Lily?” tanya gadis itu kemudian.Tuan Oeng menoleh ke arah etalase dan menemukan sebuah boneka bergaun ungu yang ditunjuk oleh gadis berkepang dua itu.
”Lima puluh ribu rupiah,” jawabnya singkat.
”Mahal, ya...,” ujar gadis itu terdengar seperti menggumam. Ia kemudian melangkah meninggalkan toko dan pemiliknya.
Keesokannya, Tuan Oeng kembali menemukan gadis kecil itu terpana di depan etalase. Matanya bergeming dari Lily yang telah dipajang sejak dua minggu lalu. Kali ini Tuan Oeng tak menegur. Ia membiarkan saja gadis itu menatap Lily sampai puas.
SAMPAI di suatu Minggu, Tuan Oeng melihat gadis itu datang bersama seorang anak laki-laki yang lebih kecil. Keduanya mengendarai sepeda dan memarkir sepeda tepat di depan etalase toko. Terlihat raut gembira di wajah gadis itu.
”Selamat datang. Ada yang bisa dibantu, Nak?” sambut Tuan Oeng.
Kedua bocah itu adalah pembeli pertama di hari itu. ”Saya ingin membeli Lily,” ujar gadis itu mantap.
Tuan Oeng tersenyum. ”Apakah kau meminta orangtuamu untuk membelikannya?”
tanyanya.
Gadis itu menggeleng. ”Tidak, Pak. Saya memecahkan celengan yang sudah saya isi sejak setahun.”
Tuan Oeng terpana memandang gadis kecil yang mulai berceloteh bangga itu.
”Walaupun hanya memiliki empat puluh ribu dari uang celengan saya, Ayah memberi uang dua puluh ribu untuk menutupi kekurangannya.”
Tuan Oeng mengangguk mengerti. ”Berarti kau sudah tak punya tabungan lagi, ya?”
Gadis itu mengangguk. ”Kali ini iya, tetapi mulai besok saya akan makin rajin menyisihkan uang jajan. Itu sebabnya Ayah melebihkan sepuluh ribu agar saya dapat membeli celengan baru.”
Tuang Oeng mengacungkan kedua jempolnya tanda bangga. ”Hebat!” ujarnya.SESAAT kemudian transaksi berlangsung. Gadis itu menulis nama dan alamatnya. Kemudian ia membayar Lily dengan satu lembar uang lima puluh ribu.
”Bisakah Bapak membungkus Lily dengan rapi?” pinta gadis itu.
”Tentu. Untuk gadis kecil yang rajin menabung, Bapak akan bungkus dengan kotak cantik berwarna ungu.”
Ketika sedang membungkus Lily, Tuan Oeng memerhatikan kedua bocah tadi berada di depan rak mainan tentara. ”Aku akan menabung seperti Kakak agar bisa membeli paket mainan tentara ini,” ujar bocah lelaki itu kepada kakak perempuannya.
”Kamu suka, ya?” tanya gadis kecil itu kepada adiknya.
”Iya. Hampir semua teman-temanku memilikinya. Namun, mana mungkin Ayah membelikannya untukku,” nada bocah lelaki itu terdengar kecewa.
”Ayah, kan, pernah bilang kepada, kita jika kita menginginkan sesuatu, kita harus berusaha sendiri. Namun, jika kita membutuhkan sesuatu, Ayah dan Ibu akan membelikannya.”
BOCAH lelaki itu mengangguk. ”Aku akan berusaha keras seperti Kakak! Aku akan menabung.”
”Sebaiknya kau menabung dengan cepat,” timpal satu anak buah Tuan Oeng, masuk ke dalam percakapan.
”Paket mainan tentara itu edisi terbatas dan tidak diproduksi lagi. Di toko ini bahkan hanya tinggal dua paket.”
Raut wajah bocah lelaki itu berubah kecewa. ”Benarkah? Ya....”
Gadis kecil itu menepuk pundak adiknya. Ia tidak bisa berkata apa-apa.
BEBERAPA saat kemudian kedua bocah itu sudah melangkah ke luar toko. Namun, beberapa menit kemudian, gadis itu datang kembali ke toko sendirian. Ia membawa sebuah kotak berwarna ungu.
”Maaf, Pak. Bolehkan saya menukar Lily dengan satu paket tentara edisi terbatas itu?” ujar gadis itu.
Tuan Oeng terkejut dan terbengong sejenak. ”Kenapa kau mau menukarnya?”
Gadis itu menggeleng. ”Saya tidak tahu kenapa saya sedih setelah mendapatkannya. Mungkin karena saya takut adik saya tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. Sepertinya ia masih terlalu kecil untuk menabung cepat.”
Tuan Oeng tersenyum. Ia merasa gadis di depannya sudah dewasa. Padahal, gadis kecil itu dan adiknya sama-sama masih kecil. Transaksi penukaran berlangsung. Harga miniatur tentara itu lebih murah sepuluh ribu rupiah daripada harga Lily.
KETIKA gadis itu keluar dari toko, Tuang Oeng sibuk menulis sesuatu di atas kartu. Selesai menulis, ia memanggil salah satu anak buahnya dan berkata,”Kirimkan kotak ungu ini ke alamat gadis kecil tadi. Ini alamat dan nomor
teleponnya.”
Anak buah Tuan Oeng sekilas membaca isi kartu ucapan yang ditulis Tuan Oeng. Tulisannya berbunyi:
”Untuk seorang kakak yang murah hati dan rajin menabung. Tertanda Tuan Oeng,
dari toko Hati.”
RENUNGAN :
Jika kita menginginkan sesuatu, kita harus berusaha sendiri semua itu berasal dari diri kita sendiri..seperti kita mencari pekerjaan atau mencari jodoh bila kita tidak berusaha mana mungkin bisa mendapatkannya dengan gratis..
Label:
kisah Bijak
Diberdayakan oleh Blogger.