Hari gini, siapa sih, yang nggak tahu soal pacaran? Jangankan anak kuliahan, anak SD saja sudah pada tahu, kok. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati pada tahun 2005 terhadap anak SD se-Jabodetabek jadi buktinya. Dari 1.705 anak yang diteliti, sebanyak 240 di antaranya sudah memiliki pacar. Kemudian, sebanyak 323 anak lainnya sedang menaksir seseorang. Dan, sisanya, sebanyak 1.142 anak, sedang melakukan pendekatan alias PDKT.
So, kebangetan aja kalau kamu sampai nggak tahu soal pacaran. Kini, pacaran itu sudah sama pentingnya dengan mata pelajaran sekolah. Bahkan, mungkin is jauh lebih penting lagi. Lihat saja, sebuah mata pelajaran di sekolah biasanya paling banter dipelajari hanya selama dua jam dalam seminggu. Tapi, “mata pelajaran” pacaran bisa tiap hari kamu pelajari. Bahkan, masih ditambah dengan “ekstrakurikuler” pula di luar jam sekolah. Di sekolah, bisa belajar dari teman. Di luar sekolah, bisa belajar dari sinteron, film, majalah, kepingan VCD, syair-syair lagu, dan perilaku orang lain di sekitarmu. Pendeknya, durasi waktunya bisa-bisa nonstop hingga mencapai 24 jam. Karena itu, tidak heran jika penguasaan kamu terhadap “mata pelajaran” yang satu ini melebihi sejumlah mata pelajaran lainnya. Apalagi kalau ditambah dengan melakukan praktik pacaran secara langsung. Wah kamu bukan cuma menguasai, tapi malah layak disebut sebagai pakar soal pacaran. Kalau selama ini orang mengartikan pacaran dengan mencintai seseorang dan menjadikannya sebagai tempat berkeluh kesah dan berbagi kasih sayang, tapi bagi kamu bukan sekadar itu. Bagi kamu, pacaran bukan sekadar soal menyayangi atau memiliki seorang kekasih. Bukan pula cuma soal ekspresi cinta, nafsu, dan seksualitas. Lebih dari itu, pacaran merupakan sebuah pembuktian. Bukti bahwa kamu betul-betul cowok atau cewek gaul. Bukti bahwa kamu adalah sosok yang eksistcnsinya patut diperhitungkan di tengah pergaulan. Dan, bukti bahwa kamu punya “prestasi” sekaligus “prestise” yang bisa diandalkan. Wah pantas saja kalau pacaran sudah kamu anggap sebagai keharusan. Hidup tanpa pacaran terasa hambar, bagaikan sayur tanpa garam. Oleh karena itu, tak heran kalau segala energi dan kemampuan pun kamu kerahkan untuk merengkuh bahtera bernama pacaran itu. Awalnya kamu belum ngerti trik dan intriknya. Tapi, setelah “kursus” freelance dan menerima bimbingan gratis dari sinetron, film, komik, majalah, dan lingkungan sekitar, akhirnya kamu lihai juga. Lembaga bernama sekolah, berbagai kegiatan ekskul, kegiatan belajar kelompok, bahkan kegiatan bernuansa kerohanian pun, tak luput menjadi sarana untuk memuluskan jalan guna mewujudkan “cita-cita” kamu. Tak cukup hingga di sini, berbagai event pun kamu susun sedemikian rupa. Mulai dari jalan-jalan, nongkrong di kafe atau di mal, makan atau nonton bareng, and so on …, semua dilakuin.
Tak lupa, segala bentuk jurus rayuan juga dikeluarkan. Kalau dengan rayuan gombal nggak berhasil, pakai cara yang lebih sensasional dan romantis. Misalnya, dengan cara mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam acara memburu cinta yang difasilitasi sebuah media dan ditonton oleh banyak orang. Sekarang, kan, banyak acara begituan. Kalau beruntung, pacar didapat dan hadiah pun dikantongi, terkenal lagi. Kalau buntung, nggak perlu malu. Toh, sudah jadi “selebritis” yang dikenal banyak orang. Tapi, kalau dengan cara ini belum berhasil juga, kembali ke cara lama; cinta ditolak dukun pun bertindak. Tidak mempan juga, coba pakai cara kekerasan. Jebak si Doi, sekap, dan “dekap”, seperti layaknya tindak kriminal yang sering diberitakan di sejumlah televisi itu. Kalau ini gagal juga, terpaksa deh, akhiri perjuangan dengan menenggak racun serangga. Daripada menanggung malu, lebih balk berakhir seperti ini. Pikir kamu, ini tentu jauh lebih gentle dan kesatria.
Tapi, banyak juga, lho, yang tidak mengenal istilah putus asa. Gagal dalam cinta itu hal yang biasa. Bangkit kembali dan coba jurus-jurus yang lebih canggih lagi. Sesekali, coba beralih menggunakan teknologi. Misalnya saja chatting di warung Internet (warnet). Lebih keren, lebih banyak pilihan “target”, dan siapa tahu lebih menuai hasil. Caranya, cari tahu secara detail informasi tentang si Target, khususnya nomer ponselnya. Jika nomor ponsel sang Target sudah di tangan, kini kamu tinggal SMS-an. Lebih mobile dan tak kenal waktu atau tempat. Siang atau malam, di jalanan atau di atas kasur, kamu tetap bisa melakukan perburuan. Kalau sudah kena, kini tinggal membuat janji untuk ketemuan, lalu jadian. Tak masalah jika untuk semua itu, kamu hams merogoh saku dalam-dalam. Atau, memanfaatkan uang SPP dari ortu kamu. Toh, semua ini ada ganjarannya yaitu “prestise” dan “prestasi’:
Seandainya cara-cara canggih ini tak kunjung berhasil, berhenti sejenak untuk introspeksi. Lihat sekeliling kamu. Mungkin ada cara lain yang belum terpikirkan dan bisa dilakukan. Misalnya, mencari simpati si Doi dengan mengukir prestasi. Baik prestasi dalam bidang akademik maupun di bidang-bidang lainnya. Tapi, kamu pasti enggan melakukan hal ini. Karena, butuh kerja dua kali lebih keras dan waktu yang tidak sebentar. Apalagi bila tidak didukung oleh bekal kemampuan diri yang mumpuni, wah…mana tahan. Bisa-bisa si Doi keburu hilang disambar prang. Kiamat, deh…
Begitulah romantika perjuangan menuju mahligai pacaran. Melelahkan dan penuh rintangan. Namun, semua itu akan segera sirna jika dambaan hati telah berhasil kamu taklukkan. Kalau sudah begini, dunia seakan telah jadi milik berdua. Yang tersisa hanya keindahan demi keindahan. Hati berbunga-bunga dan angan pun terbang melayang-layang. Namun, kamu jangan keburu berpuas hati dulu. Masih ada “PR” demi “PR” yang akan segera datang menghadang. Paling tidak, tugas harian kamu kini bertambah satu lagi: mengurus si Doi. Padahal, mengurus diri sendiri saja belum tentu kamu becus. Tapi, apa hendak dikata. Drama cinta sudah telanjur dimainkan. Romeo dan Juliet pun sudah siap manggung berbagi peran.
Kini, tiba waktunya membuktikan segala janji dan rayuan manis saat perburuan. Untuk itu, segala daya dan kesungguhan pun setiap saat harus kamu kerahkan. Apa pun harus kamu lakukan agar senantiasa terlihat sempurna tanpa kekurangan di hadapannya. Semua ini pada akhirnya bertujuan agar si Doi makin sayang dan bertambah lengket denganmu, bertambah yakin dan percaya akan cinta dan kesungguhanmu. Ini modal penting banget buat kamu. Soalnya, kalau sudah begini, apa pun akan dilakukan oleh si Doi. Jangankan sekadar berpegangan tangan, yang lebih jauh dari itu pun akan dengan mudah kamu dapatkan. Benarkah?
Referensi
Let's talk about love Oleh Céline Dion
So, kebangetan aja kalau kamu sampai nggak tahu soal pacaran. Kini, pacaran itu sudah sama pentingnya dengan mata pelajaran sekolah. Bahkan, mungkin is jauh lebih penting lagi. Lihat saja, sebuah mata pelajaran di sekolah biasanya paling banter dipelajari hanya selama dua jam dalam seminggu. Tapi, “mata pelajaran” pacaran bisa tiap hari kamu pelajari. Bahkan, masih ditambah dengan “ekstrakurikuler” pula di luar jam sekolah. Di sekolah, bisa belajar dari teman. Di luar sekolah, bisa belajar dari sinteron, film, majalah, kepingan VCD, syair-syair lagu, dan perilaku orang lain di sekitarmu. Pendeknya, durasi waktunya bisa-bisa nonstop hingga mencapai 24 jam. Karena itu, tidak heran jika penguasaan kamu terhadap “mata pelajaran” yang satu ini melebihi sejumlah mata pelajaran lainnya. Apalagi kalau ditambah dengan melakukan praktik pacaran secara langsung. Wah kamu bukan cuma menguasai, tapi malah layak disebut sebagai pakar soal pacaran. Kalau selama ini orang mengartikan pacaran dengan mencintai seseorang dan menjadikannya sebagai tempat berkeluh kesah dan berbagi kasih sayang, tapi bagi kamu bukan sekadar itu. Bagi kamu, pacaran bukan sekadar soal menyayangi atau memiliki seorang kekasih. Bukan pula cuma soal ekspresi cinta, nafsu, dan seksualitas. Lebih dari itu, pacaran merupakan sebuah pembuktian. Bukti bahwa kamu betul-betul cowok atau cewek gaul. Bukti bahwa kamu adalah sosok yang eksistcnsinya patut diperhitungkan di tengah pergaulan. Dan, bukti bahwa kamu punya “prestasi” sekaligus “prestise” yang bisa diandalkan. Wah pantas saja kalau pacaran sudah kamu anggap sebagai keharusan. Hidup tanpa pacaran terasa hambar, bagaikan sayur tanpa garam. Oleh karena itu, tak heran kalau segala energi dan kemampuan pun kamu kerahkan untuk merengkuh bahtera bernama pacaran itu. Awalnya kamu belum ngerti trik dan intriknya. Tapi, setelah “kursus” freelance dan menerima bimbingan gratis dari sinetron, film, komik, majalah, dan lingkungan sekitar, akhirnya kamu lihai juga. Lembaga bernama sekolah, berbagai kegiatan ekskul, kegiatan belajar kelompok, bahkan kegiatan bernuansa kerohanian pun, tak luput menjadi sarana untuk memuluskan jalan guna mewujudkan “cita-cita” kamu. Tak cukup hingga di sini, berbagai event pun kamu susun sedemikian rupa. Mulai dari jalan-jalan, nongkrong di kafe atau di mal, makan atau nonton bareng, and so on …, semua dilakuin.
Tak lupa, segala bentuk jurus rayuan juga dikeluarkan. Kalau dengan rayuan gombal nggak berhasil, pakai cara yang lebih sensasional dan romantis. Misalnya, dengan cara mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam acara memburu cinta yang difasilitasi sebuah media dan ditonton oleh banyak orang. Sekarang, kan, banyak acara begituan. Kalau beruntung, pacar didapat dan hadiah pun dikantongi, terkenal lagi. Kalau buntung, nggak perlu malu. Toh, sudah jadi “selebritis” yang dikenal banyak orang. Tapi, kalau dengan cara ini belum berhasil juga, kembali ke cara lama; cinta ditolak dukun pun bertindak. Tidak mempan juga, coba pakai cara kekerasan. Jebak si Doi, sekap, dan “dekap”, seperti layaknya tindak kriminal yang sering diberitakan di sejumlah televisi itu. Kalau ini gagal juga, terpaksa deh, akhiri perjuangan dengan menenggak racun serangga. Daripada menanggung malu, lebih balk berakhir seperti ini. Pikir kamu, ini tentu jauh lebih gentle dan kesatria.
Tapi, banyak juga, lho, yang tidak mengenal istilah putus asa. Gagal dalam cinta itu hal yang biasa. Bangkit kembali dan coba jurus-jurus yang lebih canggih lagi. Sesekali, coba beralih menggunakan teknologi. Misalnya saja chatting di warung Internet (warnet). Lebih keren, lebih banyak pilihan “target”, dan siapa tahu lebih menuai hasil. Caranya, cari tahu secara detail informasi tentang si Target, khususnya nomer ponselnya. Jika nomor ponsel sang Target sudah di tangan, kini kamu tinggal SMS-an. Lebih mobile dan tak kenal waktu atau tempat. Siang atau malam, di jalanan atau di atas kasur, kamu tetap bisa melakukan perburuan. Kalau sudah kena, kini tinggal membuat janji untuk ketemuan, lalu jadian. Tak masalah jika untuk semua itu, kamu hams merogoh saku dalam-dalam. Atau, memanfaatkan uang SPP dari ortu kamu. Toh, semua ini ada ganjarannya yaitu “prestise” dan “prestasi’:
Seandainya cara-cara canggih ini tak kunjung berhasil, berhenti sejenak untuk introspeksi. Lihat sekeliling kamu. Mungkin ada cara lain yang belum terpikirkan dan bisa dilakukan. Misalnya, mencari simpati si Doi dengan mengukir prestasi. Baik prestasi dalam bidang akademik maupun di bidang-bidang lainnya. Tapi, kamu pasti enggan melakukan hal ini. Karena, butuh kerja dua kali lebih keras dan waktu yang tidak sebentar. Apalagi bila tidak didukung oleh bekal kemampuan diri yang mumpuni, wah…mana tahan. Bisa-bisa si Doi keburu hilang disambar prang. Kiamat, deh…
Begitulah romantika perjuangan menuju mahligai pacaran. Melelahkan dan penuh rintangan. Namun, semua itu akan segera sirna jika dambaan hati telah berhasil kamu taklukkan. Kalau sudah begini, dunia seakan telah jadi milik berdua. Yang tersisa hanya keindahan demi keindahan. Hati berbunga-bunga dan angan pun terbang melayang-layang. Namun, kamu jangan keburu berpuas hati dulu. Masih ada “PR” demi “PR” yang akan segera datang menghadang. Paling tidak, tugas harian kamu kini bertambah satu lagi: mengurus si Doi. Padahal, mengurus diri sendiri saja belum tentu kamu becus. Tapi, apa hendak dikata. Drama cinta sudah telanjur dimainkan. Romeo dan Juliet pun sudah siap manggung berbagi peran.
Kini, tiba waktunya membuktikan segala janji dan rayuan manis saat perburuan. Untuk itu, segala daya dan kesungguhan pun setiap saat harus kamu kerahkan. Apa pun harus kamu lakukan agar senantiasa terlihat sempurna tanpa kekurangan di hadapannya. Semua ini pada akhirnya bertujuan agar si Doi makin sayang dan bertambah lengket denganmu, bertambah yakin dan percaya akan cinta dan kesungguhanmu. Ini modal penting banget buat kamu. Soalnya, kalau sudah begini, apa pun akan dilakukan oleh si Doi. Jangankan sekadar berpegangan tangan, yang lebih jauh dari itu pun akan dengan mudah kamu dapatkan. Benarkah?
Referensi
Let's talk about love Oleh Céline Dion
Posting Komentar