Pada suatu ketika, di sebuah kamp.consentrasi hiduplah seorang tahanan, yang meskipun sudah dijatuhi hukuman mati tetap tidak merasa takut dan merdeka. Pada suatu hari ia tampak berada di tengah-tengah lapangan penjara sedang bermain gitar. Sejumlah besar orang berkumpul di sekelilingnya mendengarkan alunan musiknya dan di bawah pengaruh musik itu mereka pun menjadi tidak merasa takut. Ketika para pembesar penjara melihat ini, mereka melarang orang itu bermain gitar.
Akan tetapi hari berikutnya, orang itu kembali lagi di tempat yang sama, bernyanyi dan memainkan gitar dengan orang-orang yang jumlahnya lebih besar lagi. Dengan marah para penjaga menyeretnya dan memotong jari-jari tangannya.
Hari berikutnya ia kembali lagi, bernyanyi dan bermain musik sedapat-dapatnya dengan jari-jarinya yang berdarah. Kali ini orang-orang yang datang di sekelilingnya bersorak-sorai. Para penjaga menyeretnya lagi dan membanting gitarnya sampai hancur.
Pada hari berikutnya ia bernyanyi dengan segenap hatinya. Nyanyian yang sangat indah! Begitu merdu dan menyentuh hati! Orang banyak menggabungkan diri dan selama mereka bernyanyi hati mereka menjadi begitu jernih seperti hatinya dan jiwa mereka menjadi tak dapat ditaklukkan seperti jiwanya. Kali
ini penjaga begitu marah sehingga mereka memotong lidah orang itu.
Keheningan menyelimuti seluruh penjara, sesuatu yang tak terkalahkan oleh maut.
Semua orang heran, ketika pada hari berikutnya ia kembali ke tempat yang sama sambil berlenggang dan menari diiringi musik yang tidak dapat didengar oleh orang lain kecuali dia sendiri. Segera saja semua orang saling bergandengan tangan, menari di sekitar tubuhnya yang berdarah dan hancur, sementara para penjaga berdiri terpaku penuh kekaguman.
Karir Sudha Chandran, seorang penari klasik India, terhenti ketika berada di puncak ketenarannya, karena kaki kanannya harus dipotong. Sesudah ia terbiasa lagi dengan kaki tiruan, ia kembali menari. Sangat mengherankan, ia kembali sampai ke puncak ketenarannya. Ketika ditanya bagaimana ia dapat
melakukan hal itu, dengan sederhana ia menjawab, "Anda tidak membutuhkan dua kaki untuk menari."
(DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)
Posting Komentar