Latest Post
20.54
Kisah nyata ini terjadi pada tahun 2010 yang lalu, tentang seorang anak bernama Ah Long yang hidup sendiri di sebuah desa di kaki bukit Gunung Malu, Liuzhou di provinsi Guangxi, China. Umurnya baru 6 tahun, kedua orang tuanya telah meninggal dikarenakan mengidap penyakit AIDS berturut-turut di tahun 2008 dan 2010.
Orang-orang di sekitarnya mengucilkannya karena Ah Long dilahirkan dengan virus HIV yang mengalir di darahnya. Ah Long harus menjaga dirinya sendiri karena kebanyakan orang takut untuk mendekat, Satu-satunya sahabat sejatinya adalah anjingnya yang bernama Lao Hei yang selalu setia menemani disampingnya.
Satu-satunya keluarga yang ia miliki adalah neneknya yang berusia 84 tahun. Kadang si nenek mengunjunginya dan memasak untuknya, namun tidak bersedia tinggal bersamanya. Karena penyakitnya, orang-orang di sekitarnya tidak menghiraukan Ah Long. Pihak sekolah tidak mau menerimanya lagi, bahkan para orang tua murid sepakat akan mencelakainya apabila Ah Long muncul ke sekolah dan bermain dengan anak-anak mereka.
Bahkan dokterpun enggan mengobatinya apabila Ah Long kecil sakit, penderitaan anak itu bertambah ketika Departemen Kesejahteraan juga tidak mau mengurus anak tersebut.
Biro Sipil setempat menyediakan dana sebesar 70 yuan per bulan atau sekitar Rp 90.000 per bulan.
Jumlah ini tidak cukup untuk anak kecil seumur Ah Long untuk hidup. Ah Long menjalani kehidupan sendiri. Dia menanam cabai, daun bawang dan memelihara ayam. Dia mencuci dan memasak sendiri. Dia tidur dan bermain dengan anjingnya.
Ada juga yang bersimpati dengan Ah Long dengan memberikan pakaian, makanan dan selimut bekas. Ada yang memberikan Ah Long 20 kilogram beras dan 5 kilogram mie, ada juga yang membawakan dia sebuah surat kabar mingguan untuk mengikuti berita dunia terbaru.
KISAH AH LONG ANAK BERUSIA 6 TAHUN YANG BERTAHAN HIDUP HANYA DITEMANI DENGAN SEEKOR ANJING
Written By Regina Kim on Selasa, 10 Desember 2013 | 20.54
Orang-orang di sekitarnya mengucilkannya karena Ah Long dilahirkan dengan virus HIV yang mengalir di darahnya. Ah Long harus menjaga dirinya sendiri karena kebanyakan orang takut untuk mendekat, Satu-satunya sahabat sejatinya adalah anjingnya yang bernama Lao Hei yang selalu setia menemani disampingnya.
Satu-satunya keluarga yang ia miliki adalah neneknya yang berusia 84 tahun. Kadang si nenek mengunjunginya dan memasak untuknya, namun tidak bersedia tinggal bersamanya. Karena penyakitnya, orang-orang di sekitarnya tidak menghiraukan Ah Long. Pihak sekolah tidak mau menerimanya lagi, bahkan para orang tua murid sepakat akan mencelakainya apabila Ah Long muncul ke sekolah dan bermain dengan anak-anak mereka.
Bahkan dokterpun enggan mengobatinya apabila Ah Long kecil sakit, penderitaan anak itu bertambah ketika Departemen Kesejahteraan juga tidak mau mengurus anak tersebut.
Biro Sipil setempat menyediakan dana sebesar 70 yuan per bulan atau sekitar Rp 90.000 per bulan.
Jumlah ini tidak cukup untuk anak kecil seumur Ah Long untuk hidup. Ah Long menjalani kehidupan sendiri. Dia menanam cabai, daun bawang dan memelihara ayam. Dia mencuci dan memasak sendiri. Dia tidur dan bermain dengan anjingnya.
Ada juga yang bersimpati dengan Ah Long dengan memberikan pakaian, makanan dan selimut bekas. Ada yang memberikan Ah Long 20 kilogram beras dan 5 kilogram mie, ada juga yang membawakan dia sebuah surat kabar mingguan untuk mengikuti berita dunia terbaru.
Sejak cerita Ah Long diangkat oleh media, ia mendapatkan banyak perhatian termasuk dari pemerintah Cina. Sebuah rumah amal di kota Liuzhou setuju untuk mengurusnya. Ah Long juga mendapat perhatian dari orang-orang yang baik hati. Ah Long pun dibangunkan rumah baru tepat di sebelah rumahnya yang lama dengan dua kamar tidur, satu ruang keluarga dan satu toilet.
Sebenarnya masih banyak bocah-bocah seperti Ah Long, tidak hanya di China di negara-negara lainpun mereka banyak yang diabaikan dan hidup sebatang kara. Hidup yang mereka jalani bukan kesalahan mereka, mereka tidak bisa memilih dilahirkan dengan mengidap HIV yang diturunkan oleh orang tuanya.
Sebenarnya masih banyak bocah-bocah seperti Ah Long, tidak hanya di China di negara-negara lainpun mereka banyak yang diabaikan dan hidup sebatang kara. Hidup yang mereka jalani bukan kesalahan mereka, mereka tidak bisa memilih dilahirkan dengan mengidap HIV yang diturunkan oleh orang tuanya.
Label:
Kisah Nyata
17.31
Alkisah, di sebuah negeri antah berantah, hiduplah lima orang pengembara. Kelima orang ini sudah banyak mengunjungi berbagai kota di negeri tersebut. Meski begitu, bagaimana mereka melakukan perjalanan mereka tidaklah sama. Setiap pengembara memiliki cara berjalan mereka sendiri, yang membuat mereka memiliki kekhasan tersendiri.
Pengembara yang pertama selalu berjalan sambil melihat lke atas. Karena ia mengembara sambil melihat langit, ia sering salah mengambil jalan, membuat dirinya tersesat. Terkadang, ia juga memperoleh luka yang tidak perlu akibat menabrak hal yang sepele.
Pengembara yang kedua, sebaliknya, selalu berjalan sambil melihat ke bawah. Karena selalu melihat tanah itulah ia sering melewatkan berbagai toko. Padahal, toko itu dapat ia gunakan untuk menyuplai bekal perjalanannya dan juga memperbaiki berbagai perlengkapannya yang semakin lama semakin aus.
Pengembara yang ketiga selalu berjalan sambil melihat ke belakang. Karena selalu melihat ke belakang itulah ia sering tidak sadar bahwa ia sebenarnya memiliki kemampuan untuk memilih ketika ada percabangan jalan, dan menganggap bahwa jalan yang ia tempuh adalah jalan yang tidak bercabang.
Pengembara yang keempat selalu berjalan sambil melihat ke kanan dan kiri. Karena selalu melihat ke kanan dan kiri itulah ia menjadi pengembara yang paling lambat dibanding yang lain. Itu karena dia selalu menghampiri setiap toko yang kebetulan dia lihat.
Pengembara yang kelima selalu berjalan sambil melihat ke depan. Karena selalu melihat ke depan itulah ia selalu yakin dengan pilihan jalurnya dan enggan mencoba jalur yang lain. Padahal, jalur yang ia tempuh itu sering dibilang berbahaya oleh pengembara lain.
Kelima pengembara ini melambangkan beberapa sifat buruk yang seharusnya dihindari manusia.
Pengembara yang selalu melihat ke atas melambangkan sikap rendah diri dan tidak pernah puas. Mereka selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih baik dari mereka, dan saat mereka mendapati dirinya ternyata inferior, mereka mulai merasakan sakit yang tidak perlu, yang disebabkan oleh rasa iri hati. Mereka juga merasa bahwa apa yang mereka perbuat tidak akan cukup, dan oleh sebab itu, mereka selalu berusaha untuk memuaskan keinginan itu, menjadikan diri mereka orang yang tamak. Sifat-sifat ini menjadikan mereka sering mengambil tindakan yang salah dalam hidup mereka.
Pengembara yang selalu melihat ke bawah melambangkan sikap sombong. Mereka selalu merasa bahwa diri mereka lebih baik dibandingkan orang lain, dan oleh sebab itu, selalu merendahkan orang lain. Selain itu, karena merasa bahwa diri mereka sudah hebat, mereka sering menolak kesempatan untuk belajar karena gengsi, padahal kesempatan itu sangat mungkin sebenarnya begruna bagi kehidupan mereka.
Pengembara yang selalu melihat ke belakang melambangkan sikap menyesal. Mereka selalu merasa bahwa pilihan yang mereka buat salah, berkata “Seandainya saja…”, dan berpikir bahwa hidup mereka tidak seharusnya seperti ini. Bahkan, mereka sebegitu larutnya dalam penyesalan, sampai-sampai mereka merasa bahwa hidup mereka tak berguna lagi. Sebagai akibatnya, mereka gagal melihat alternatif yang ditawarkan oleh kehidupan.
Pengembara yang selalu melihat ke kanan dan kiri melambangkan sikap menunda pekerjaan. Mereka tidak mampu menahan keinginan mereka untuk melakukan berbagai kegiatan sampingan, membuat kegiatan utama mereka justru terbengkalai. Akibatnya, banyak waktu yang terbuang, dan mereka menjadi orang yang tertinggal dibandingkan dengan orang lain.
Pengembara yang selalu melihat ke depan melambangkan sikap keras kepala. Mereka selalu merasa bahwa diri mereka paling benar, menjadikan mereka seorang yang berpikiran sempit dan tidak toleran. Dalam benak mereka, yang paling penting adalah opini mereka, sementara opini orang lain adalah salah, bahkan meskipun opini orang lain itu mengandung kebenaran.
RENUNGAN:
KISAH LIMA PENGEMBARA
Written By Regina Kim on Minggu, 08 Desember 2013 | 17.31
Alkisah, di sebuah negeri antah berantah, hiduplah lima orang pengembara. Kelima orang ini sudah banyak mengunjungi berbagai kota di negeri tersebut. Meski begitu, bagaimana mereka melakukan perjalanan mereka tidaklah sama. Setiap pengembara memiliki cara berjalan mereka sendiri, yang membuat mereka memiliki kekhasan tersendiri.
Pengembara yang pertama selalu berjalan sambil melihat lke atas. Karena ia mengembara sambil melihat langit, ia sering salah mengambil jalan, membuat dirinya tersesat. Terkadang, ia juga memperoleh luka yang tidak perlu akibat menabrak hal yang sepele.
Pengembara yang kedua, sebaliknya, selalu berjalan sambil melihat ke bawah. Karena selalu melihat tanah itulah ia sering melewatkan berbagai toko. Padahal, toko itu dapat ia gunakan untuk menyuplai bekal perjalanannya dan juga memperbaiki berbagai perlengkapannya yang semakin lama semakin aus.
Pengembara yang ketiga selalu berjalan sambil melihat ke belakang. Karena selalu melihat ke belakang itulah ia sering tidak sadar bahwa ia sebenarnya memiliki kemampuan untuk memilih ketika ada percabangan jalan, dan menganggap bahwa jalan yang ia tempuh adalah jalan yang tidak bercabang.
Pengembara yang keempat selalu berjalan sambil melihat ke kanan dan kiri. Karena selalu melihat ke kanan dan kiri itulah ia menjadi pengembara yang paling lambat dibanding yang lain. Itu karena dia selalu menghampiri setiap toko yang kebetulan dia lihat.
Pengembara yang kelima selalu berjalan sambil melihat ke depan. Karena selalu melihat ke depan itulah ia selalu yakin dengan pilihan jalurnya dan enggan mencoba jalur yang lain. Padahal, jalur yang ia tempuh itu sering dibilang berbahaya oleh pengembara lain.
Kelima pengembara ini melambangkan beberapa sifat buruk yang seharusnya dihindari manusia.
Pengembara yang selalu melihat ke atas melambangkan sikap rendah diri dan tidak pernah puas. Mereka selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih baik dari mereka, dan saat mereka mendapati dirinya ternyata inferior, mereka mulai merasakan sakit yang tidak perlu, yang disebabkan oleh rasa iri hati. Mereka juga merasa bahwa apa yang mereka perbuat tidak akan cukup, dan oleh sebab itu, mereka selalu berusaha untuk memuaskan keinginan itu, menjadikan diri mereka orang yang tamak. Sifat-sifat ini menjadikan mereka sering mengambil tindakan yang salah dalam hidup mereka.
Pengembara yang selalu melihat ke bawah melambangkan sikap sombong. Mereka selalu merasa bahwa diri mereka lebih baik dibandingkan orang lain, dan oleh sebab itu, selalu merendahkan orang lain. Selain itu, karena merasa bahwa diri mereka sudah hebat, mereka sering menolak kesempatan untuk belajar karena gengsi, padahal kesempatan itu sangat mungkin sebenarnya begruna bagi kehidupan mereka.
Pengembara yang selalu melihat ke belakang melambangkan sikap menyesal. Mereka selalu merasa bahwa pilihan yang mereka buat salah, berkata “Seandainya saja…”, dan berpikir bahwa hidup mereka tidak seharusnya seperti ini. Bahkan, mereka sebegitu larutnya dalam penyesalan, sampai-sampai mereka merasa bahwa hidup mereka tak berguna lagi. Sebagai akibatnya, mereka gagal melihat alternatif yang ditawarkan oleh kehidupan.
Pengembara yang selalu melihat ke kanan dan kiri melambangkan sikap menunda pekerjaan. Mereka tidak mampu menahan keinginan mereka untuk melakukan berbagai kegiatan sampingan, membuat kegiatan utama mereka justru terbengkalai. Akibatnya, banyak waktu yang terbuang, dan mereka menjadi orang yang tertinggal dibandingkan dengan orang lain.
Pengembara yang selalu melihat ke depan melambangkan sikap keras kepala. Mereka selalu merasa bahwa diri mereka paling benar, menjadikan mereka seorang yang berpikiran sempit dan tidak toleran. Dalam benak mereka, yang paling penting adalah opini mereka, sementara opini orang lain adalah salah, bahkan meskipun opini orang lain itu mengandung kebenaran.
RENUNGAN:
Karena itu, jadilah pengembara yang dapat melihat ke mana pun, tahu kapan harus melihat, itu dan seberapa lama atau sering kita melakukannya
Label:
kisah Bijak
19.10
Hari pertama : Hari kemarin.
Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…
Hari ke dua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
Hari ke tiga : yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
RENUNGAN:
Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga
3 HARI DALAM HIDUP
Written By Regina Kim on Rabu, 04 Desember 2013 | 19.10
Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…
Hari ke dua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
Hari ke tiga : yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
RENUNGAN:
Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga
Label:
motivasi diri
18.52
Dikisahkan dua orang laki-laki bekerja keras membuat sebuah perahu. Ketika sedang sibuk bekerja mereka berdua menemukan rayap disebuah papan. Salah seorang dari mereka kemudian ingin membuang papan itu tapi temannya melarang. Dia berkata, ”kenapa papan ini dibuang? Kan sayang. Lagipula tidak ada masalah. Cuma kena rayap sedikit saja.”
Karena tidak ingin mengecewakan temannya, papan yang ada rayapnya pun digunakan untuk membuat perahu. Selang beberapa hari, perahu pun selesai dan sudah bisa digunakan untuk melayari lautan.
Tapi beberapa tahun kemudian, rayap-rayap itu ternyata bertelur dan menetas. Rayap-rayap itu kemudian menggerogoti kayu kapal. Bahkan rayap-rayap itu menyebar kemana-mana hingga memakan kayu yang ada di lambung kapal.
Kapal terus digunakan dan tak seorang pun sadar hingga akhirnya, kayu-kayu perahu itu pun mulai keropos. Dan, ketika dihantam oleh ombak besar, air berhasil menembus masuk dari celah-celah dan lubang-lubang kayu.
Karena hujan juga sering turun dengan deras, para awak perahu tidak mampu lagi menguras air yang masuk ke dalam perahu sehingga akhirnya perahu itu karam. Di dalamnya terdapat barang-barang berharga dan nyawa manusia.
RENUNGAN :
Kalau saja kita sadar bahwa malapetaka besar ini sebenarnya berasal dari hal yang remeh dan tidak berharga seperti papan yang sudah kena rayap. Kalau saja ketika membuat perahu dahulu papan itu dibuang, tentu saja malapetaka ini bisa dicegah.
Dan, begitulah kalau pada kenyataannya kita sering tidak sadar kalau perbuatan-perbuatan kesalahan kecil dan remeh yang kita lakukan kadang-kadang justru malah menimbulkan malapetaka besar.
KISAH PEMBUAT PERAHU KAYU (KISAH PAPAN DAN RAYAP)
Karena tidak ingin mengecewakan temannya, papan yang ada rayapnya pun digunakan untuk membuat perahu. Selang beberapa hari, perahu pun selesai dan sudah bisa digunakan untuk melayari lautan.
Tapi beberapa tahun kemudian, rayap-rayap itu ternyata bertelur dan menetas. Rayap-rayap itu kemudian menggerogoti kayu kapal. Bahkan rayap-rayap itu menyebar kemana-mana hingga memakan kayu yang ada di lambung kapal.
Kapal terus digunakan dan tak seorang pun sadar hingga akhirnya, kayu-kayu perahu itu pun mulai keropos. Dan, ketika dihantam oleh ombak besar, air berhasil menembus masuk dari celah-celah dan lubang-lubang kayu.
Karena hujan juga sering turun dengan deras, para awak perahu tidak mampu lagi menguras air yang masuk ke dalam perahu sehingga akhirnya perahu itu karam. Di dalamnya terdapat barang-barang berharga dan nyawa manusia.
RENUNGAN :
Kalau saja kita sadar bahwa malapetaka besar ini sebenarnya berasal dari hal yang remeh dan tidak berharga seperti papan yang sudah kena rayap. Kalau saja ketika membuat perahu dahulu papan itu dibuang, tentu saja malapetaka ini bisa dicegah.
Dan, begitulah kalau pada kenyataannya kita sering tidak sadar kalau perbuatan-perbuatan kesalahan kecil dan remeh yang kita lakukan kadang-kadang justru malah menimbulkan malapetaka besar.
Label:
kisah Bijak
18.40
Disuatu sore Ayah mengajak anak remajanya yang agak nakal dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk untuk berjalan-jalan dihutan sekitar perkebunan mereka. "Engkau melihat pohon itu? Cobalah engkau mencabutnya," kata sang Ayah sambil menunujuk pada salah satu pohon kecil dipinggir hutan.
Dengan segera anak remaja itu berlari dengan satu tangan saja mencabut pohon kecil itu. Mereka terus berjalan dan kali ini sang ayah menunjuk sebuah sebuah pohon yang sudah agak besar . "Sekarang coba cabut pohon itu. Dengan segera pula si anak remaja mencabut pohon itu, tetapi kali ini tidak dengan satu tangan. Ia harus mencabutnya dengan kedua tangannya.
Setelah berjalan beberapa langkah lagi sang Ayah menunjuk sebuah pohon cemara yang cukup besar. "Sekarang Ayah mau engkau mencabut pohon itu." Dengan kaget anak remaja itu menjawab, "Yang benar saja Ayah, itu kan besar dengan seluruh kekuatanku pun aku tak dapat mencabutnya. Pohon itu hanya dapat ditebang dengan Buldozer.”
"Benar katamu," jawab sang Ayah. Mereka kemudian duduk berdua dipinggir Hutan. "Sekarang dengar," kata sang Ayah memulai pelajarannya. Sesuatu yang belum terlalu lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan dengan mudah. Seperti ketika engkau mencabut pohon kecil tadi dengan satu tanganmu. Tetapi kebiasaan yang sudah agak lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan tetapi dengan usaha dan kerja keras, seperti ketika engkau mencabut pohon kedua dengan kedua tanganmu.
Sedangkan kebiasaan yang sudah mendarah daging karena sudah dibiasakan dan dipelihara, akan sangat sulit menghilangkannya kecuali dengan tekad kita yang bulat.
RENUNGAN :
Maka belajarlah segera membuang hal-hal yang tidak berkenan bagi kita dan jangan membiasakan dirimu melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
KISAH DARI SEBUAH KEBIASAAN
Dengan segera anak remaja itu berlari dengan satu tangan saja mencabut pohon kecil itu. Mereka terus berjalan dan kali ini sang ayah menunjuk sebuah sebuah pohon yang sudah agak besar . "Sekarang coba cabut pohon itu. Dengan segera pula si anak remaja mencabut pohon itu, tetapi kali ini tidak dengan satu tangan. Ia harus mencabutnya dengan kedua tangannya.
Setelah berjalan beberapa langkah lagi sang Ayah menunjuk sebuah pohon cemara yang cukup besar. "Sekarang Ayah mau engkau mencabut pohon itu." Dengan kaget anak remaja itu menjawab, "Yang benar saja Ayah, itu kan besar dengan seluruh kekuatanku pun aku tak dapat mencabutnya. Pohon itu hanya dapat ditebang dengan Buldozer.”
"Benar katamu," jawab sang Ayah. Mereka kemudian duduk berdua dipinggir Hutan. "Sekarang dengar," kata sang Ayah memulai pelajarannya. Sesuatu yang belum terlalu lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan dengan mudah. Seperti ketika engkau mencabut pohon kecil tadi dengan satu tanganmu. Tetapi kebiasaan yang sudah agak lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan tetapi dengan usaha dan kerja keras, seperti ketika engkau mencabut pohon kedua dengan kedua tanganmu.
Sedangkan kebiasaan yang sudah mendarah daging karena sudah dibiasakan dan dipelihara, akan sangat sulit menghilangkannya kecuali dengan tekad kita yang bulat.
RENUNGAN :
Maka belajarlah segera membuang hal-hal yang tidak berkenan bagi kita dan jangan membiasakan dirimu melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
Label:
kisah Bijak
Diberdayakan oleh Blogger.