Alkisah pada masa Dinasti Tang, ada seorang pemuda berusia 35 tahun yang bernama Wei Gu. Pada suatu hari ketika Wei Gu sedang berjalan di kota Song Cheng, dia melihat seorang laki-laki tua berambut dan berjenggot putih yang membawa tas hijau dan sejilid buku. Laki-laki tua tersebut sedang sibuk membaca sebuah buku di bawah penerangan cahaya bulan.
Didera oleh rasa penasaran, Wei Gu menghampiri dan bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan, Pak Tua?
Laki-laki tua itu menjawab, “Saya sedang memeriksa daftar pernikahan manusia. Di tas saya ada benang merah untuk mengikat kaki pasangan yang saling berjodoh.”
Wei Gu yang ingin tahu siapa jodohnya, bertanya lagi, “Kalau begitu, maukah Anda menunjukkan kepada saya siapa calon istri saya kelak?”
Kemudian Wei Gu dan laki-laki tua itu pergi bersama-sama ke sebuah pasar. Mereka melihat seorang wanita tua yang buta sedang menggendong seorang anak perempuan kecil berusia tiga tahun. Wanita tua ini adalah seorang penjual sayur yang miskin.
Laki-laki tua berkata kepada Wei Gu, “Anak perempuan kecil ini akan menjadi istrimu di masa depan.”
Mendengar hal ini si pemuda tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Hai Pak Tua, Anda ini ngomong sembarangan dan ngawur, mana mungkin anak kecil itu merupakan jodohku? Bukankah ia hanya seorang anak kecil dan tidak memiliki hubungan apapun denganku!”
Laki-laki tua tadi yang sesungguhnya merupakan Yue Lao hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Wei Gu sendirian.
Wei Gu berpikir bahwa hal tersebut sungguh sulit dipercaya. Dia menyuruh pelayannya untuk membunuh anak perempuan itu dengan pisau. Akan tetapi, pelayannya gagal membunuh anak kecil itu. Anak kecil itu hanya terpeleset dan jatuh. Kepalanya membentur tepi selokan hingga terluka. Pada saat itu, pelayan Wei Gu mengira anak itu sudah mati.
Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, empat belas tahun telah berlalu. Wei Gu telah berhasil menjadi seorang pejabat kota Xiang Zhou yang cukup terpandang. Pada suatu hari, dia mengumumkan bahwa dia akan mengadakan sebuah pesta pernikahan besar-besaran. Wang Tai, gubernur Xiang Zhou menjodohkan Wei Gu dengan putrinya dan mempersatukan mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Putrinya adalah seorang wanita yang sangat cantik.
Setelah pesta yang meriah itu usai, di dalam kamar pengantin sang mempelai pria perlahan-lahan membuka kerudung merah yang menutupi wajah rupawan sang mempelai wanita. Betapa heran dan terkejutnya Wei Gu setelah melihat ada tanda bekas luka di dahi sang istri. Tanda bekas luka ini sebelumnya belum pernah terlihat olehnya karena sang istri menutupi tanda bekas luka tersebut dengan rambutnya.
Dia bertanya kepada istrinya, “Dindaku sayang, bagaimana ceritanya sampai bisa ada bekas luka di dahimu? Siapa yang telah begitu kejam dan tega menyakitimu seperti ini? Coba utarakanlah padaku ! Aku akan membuat perhitungan dengan bajingan itu!”
Sang istri menjawab, “Kakanda sayang, belasan tahun yang lalu, ketika saya masih kanak-kanak, di pasar di kota Song ada seorang pemuda brengsek yang dengan sengaja ingin membunuhku. Aku terjatuh sehingga dahiku terluka dan meninggalkan bekas luka hingga kini!”
Karena penasaran, Wei Gu bertanya lagi, “Apakah Dinda sewaktu kecil bersama dengan seorang wanita penjual sayur di pasar?”
Sang istri mengakui, “Benar, Kakanda. Sesungguhnya saya adalah puteri Nyonya Chen, seorang pedagang sayur. Sepeninggal ibu saya, Gubernur Wang mengangkat saya sebagai anaknya.”
Seketika itu juga sang suami tersentak dan ingatannya kembali ke masa lalunya dan dia percaya bahwa kata-kata Yue Lao bukan sekedar isapan jempol belaka.
“Ah, ternyata apa dikatakan orang tua itu sungguh tepat. “Maafkan saya, Dinda. Ampuni saya! Sebenarnya saya lah yang menyuruh orang untuk membunuhmu sewaktu kamu masih kecil itu.”
Wei Gu kemudian menceritakan tentang pertemuannya dengan seorang laki- laki tua dan segala hal yang dia telah ketahui dan lakukan. Dia sama sekali tidak berbohong dan mengakui segala perbuatannya.
Sang istri menjadi terkejut mendengar hal ini. Namun, karena kebesaran hatinya, sang istri ternyata dapat memaafkan sang suami, mengingat hal tersebut terjadi belasan tahun yang lalu dan sekarang suaminya memiliki tabiat yang baik.
Magistrat kota mendengar perihal tersebut dan menamakan pondokan tempat Wei Gu menginap sebagai "Pondokan Perjodohan." Semenjak saat itu, orang tua tersebut dipuja sebagai Yue Xia Lao Ren (orang tua di bawah bulan).
RENUNGAN :
Demikianlah sebuah cerita rakyat Tiongkok yang disampaikan dari generasi ke generasi hingga kini. Cerita ini tersebar dan orang-orang berdoa kepada Yue Xia Lao Ren untuk memohon jodoh dan pernikahan. Hari kebesaran Dewa Yue Xia Lao Ren diperingati pada tanggal 15 bulan 8 Imlek.